kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Harga batubara menghangat, Delta Dunia (DOID) bidik kontrak baru pada 2021


Jumat, 18 Desember 2020 / 16:24 WIB
Harga batubara menghangat, Delta Dunia (DOID) bidik kontrak baru pada 2021
ILUSTRASI. Kontraktor pertambangan batubara PT Bukit Makmur Mandiri Utama atau BUMA, anak usaha PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID). Foto Dok DOID


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren penurunan harga batubara pada tahun ini ikut menekan kinerja PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID). Kendati begitu, emiten jasa kontraktor pertambangan ini optimistis bisa memulihkan kinerja pada tahun depan. Strategi utama yang akan ditempuh ialah membidik kontrak-kontrak baru.

Presiden Direktur DOID Hagianto Kumala mengatakan, pada tahun yang sulit akibat pandemi covid-19 ini, pihaknya lebih berfokus pada optimalisasi aset yang ada, efisiensi biaya, dan pengurangan belanja modal. "Juga optimalisasi arus kas untuk menjaga likuiditas agar perseroan dapat beradaptasi dan mendapatkan momentum ketika terjadi pemulihan pasar," ungkap Hagianto dalam public expose yang berlangsung Jum'at (18/12).

Dalam kesempatan yang sama, Direktur DOID Eddy Porwanto menjelaskan, rata-rata harga batubara 2020 yang lebih rendah ketimbang tahun lalu turut mempengaruhi tingkat produksi batubara para klien. Alhasil, volume pemindahan lapisan tanah hingga Kuartal III-2020 sebanyak 229,7 juta bcm atau turun 24% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Baca Juga: Voksel Electric (VOKS) perkuat penjualan lewat kanal digital

Penurunan juga terjadi dari sisi produksi batubara, yakni sebanyak 11% menjadi 33,8 juta ton hingga kuartal III-2020. Penurunan dari sisi operasional diikuti dengan anjloknya pendapatan DOID yang menjadi US$ 494,17 juta atau turun 28,42% dari realisasi di Kuartal III-2019.

Penurunan tersebut membuat DOID mencatatkan kerugian sebesar US$ 3,69 juta pada sembilan bulan pertama tahun ini. Padahal periode yang sama di tahun sebelumnya DOID mampu membukukan laba bersih senilai US$ 28,14 juta. "Dengan penurunan dari revenue yang cukup signifikan dan tantangan yang dihadapi, kerugian senilai itu adalah hasil yang cukup optimal yang bisa kami capai sepanjang sembilan bulan 2020," ungkap Eddy.

Dia menyebut, kondisi di Kuartal IV masih menantang. Meski harga batubara mulai membaik, namun perusahaan tidak bisa begitu saja menaikkan produksinya. Apalagi, dengan curah hujan yang sudah tinggi. "Karena ada stok yang harus keluar dulu sebelum produksi bisa naik. Perlu perencanaan untuk kembali menaikkan produksi. Sehingga Kuartal IV kami tidak mengharapkan akan terjadi perubahan signifikan terhadap tren laba rugi," sambung Eddy.

Namun, pada Kuartal IV ini DOID sudah mulai melakukan reaktivitas alat-alat. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi peningkatan produksi klien mulai Kuartal I-2021 nanti. 

Untuk tahun depan, Eddy optimistis pasar batubara akan recovery sehingga produksi maupun stripping ratio bisa meningkat. Seiring dengan pulihnya industri batubara, Eddy pun yakin DOID bisa menggaet kontrak baru pada tahun depan.

Baca Juga: Erajaya Swasembada (ERAA) resmi buka penjualan iPhone 12 dan iPhone 12 Pro

Apalagi, saat ini pun DOID memiliki excess capacity sekitar 30%. "Kami yakin dengan kembalinya volume ke depan, dan adanya beberapa potensi tambahan kontrak baru, kelebihan kapasitas kami bisa segera kembali. Sehingga operasional perusahaan bisa kembali efisien. Dengan peningkatan harga batubara kami akan memiliki kontrak baru ke depannya," jelas Eddy.

Asal tahu saja, melalui entitas anak usahanya yakni BUMA, ada 11 perusahaan yang menjadi pelanggan DOID. Namun, pada September 2020, kontrak pertambangan PT Kideco Jaya Agung sudah selesai. Kideco sendiri berkontribusi sebesar 7,4% terhadap volume BUMA.

Porsi terbesar berasal Berau Coal dengan 56,9% disusul Adaro sebanyak 12,3%, Geo Energy 10,4%, Bayan 7,2% dan lainnya hingga 5,8%.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×