CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.517.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.675   65,00   0,41%
  • IDX 7.287   43,33   0,60%
  • KOMPAS100 1.121   3,73   0,33%
  • LQ45 884   -2,86   -0,32%
  • ISSI 222   1,85   0,84%
  • IDX30 455   -2,30   -0,50%
  • IDXHIDIV20 549   -4,66   -0,84%
  • IDX80 128   0,06   0,05%
  • IDXV30 138   -1,30   -0,94%
  • IDXQ30 152   -0,90   -0,59%

Harga daging ayam mulai berkokok


Rabu, 29 April 2015 / 06:47 WIB
Harga daging ayam mulai berkokok
Jadwal Tayang Drakor My Demon dan Sinopsis, Song Kang-Kim Yoo Jung di Genre Romcom-Fantasi


Reporter: Fahriyadi | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Harga daging ayam broiler di pasar mulai melonjak. Sejak akhir Maret hingga menjelang akhir April ini, kenaikan harganya sudah mencapai 5,43%.

Berdasarkan catatan dari Kementerian Perdagangan, harga daging ayam nasional di tingkat konsumen per 27 April 2015 berada pada Rp 27.948 per kilogram (kg). Harga ini sudah melonjak dari harga per 27 Maret 2015 yang hanya Rp 26.508 per kg.

Pemangkasan produksi ayam usia sehari atau day old chicken (DOC) yang diterapkan Kementerian Pertanian (Kemtan) untuk menekan melimpahnya produksi bibit ayam demi mengerek harga sudah mulai terlihat.

Namun, ternyata kenaikan ini tidak dinikmati peternak rakyat maupun perusahaan ayam besar. Keduanya mengklaim tak meraih keuntungan atas kenaikan harga ini.

Arif Achsan, peternak ayam  asal Malang menyebut, HPP ayam hidup mereka saat ini berkisar Rp 14.500-Rp 15.500 per kilogram (kg), padahal Harga Pokok Penjualan (HPP) peternak saat ini sekitar Rp 16.000 per kg. "Kami sebagai peternak tidak merasakan keuntungan atas tren kenaikan harga ayam ini," ujarnya pada KONTAN, Selasa (28/4).

Menurut Arif, selain efek pemangkasan produksi DOC yang sudah mulai terasa, kenaikan ini juga disebabkan adanya upaya perusahaan peternak ayam skala besar yang tak melepas ayam potong mereka ke pasar. Dia menduga cara tersebut dilakukan agar harga ayam kembali naik. Sebab, stok ayam di pasaran sedang kosong. Sedangkan kebutuhan relatif stabil setiap bulan.

Meski begitu, Arif mengakui, tren kenaikan harga ayam bisa terus berlanjut hingga puasa dan lebaran tahun ini dan harga daging ayam bisa menembus angka Rp 30.000 per kg. "Patut diduga ada pihak yang sengaja menahan ayam besar mereka agar harga ayam naik dengan dalih kenaikan rutin jelang puasa," ungkapnya.

Untuk itu, Arif meminta pemerintah untuk segera campur tangan terhadap kondisi ini. Arif menyebut, perlu ada survei yang konkret mengenai kebutuhan dan pasokan ayam nasional yang menjadi acuan produksi bagi peternak dan perusahaan ayam.

Rantai distribusi

Tudingan ini langsung ditepis Eko Sandjojo, Wakil Direktur Utama PT Sierad Produce Tbk. Menurutnya, perusahaan ayam tak akan mungkin berspekulasi dengan menahan ayam yang sudah waktunya dilempar ke pasar. "Dalam situasi sulit bagi industri peternakan ayam saat ini, tak mungkin kami menahan stok ayam karena berisiko merugikan perusahaan," ujar Eko.

Menurut Eko, saat ini, HPP perusahaan ayam adalah mencapai Rp 16.000 per kg dan harga jual ideal ayam ke tingkat konsumen mencapai Rp 22.000 per kg.

Tren kenaikan harga ini, kata Eko merupakan efek pemangkasan produksi DOC sejak pertengahan Maret lalu yang sebelumnya 60 juta ekor per pekan menjadi 40 juta ekor per pekan.

Lebih jauh, Eko menilai, rantai pasok dan distribusi ayam yang panjang dari peternak hingga ke konsumen membuat harga ayam naik. Namun, kenaikan tidak dinikmati peternak ataupun produsen ayam tersebut.

Anton J. Supit, Ketua Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia (GAPPI) menyatakan, fluktuasi harga ayam yang bisa terjadi setiap saat merupakan kelalaian pemerintah dalam menerapkan kebijakan.

Dia bilang, pemerintah tak ada niat baik untuk membuat aturan yang jelas soal pasokan dan kebutuhan. Alhasil, harga dapat bergerak liar dalam kurun waktu tertentu. "Peternak selama ini selalu rugi karena kenaikan harga tidak mereka rasakan," ujarnya.          

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×