Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan harga gula rafinasi membuat sektor industri makanan dan minuman (mamin) harus memutar otak agar bisa tetap mempertahankan konsumen tanpa harus menaikan harga produk.
Menurut Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Adhi Lukman, kenaikan gula rafinasi diperkirakan hingga 30% dan cukup berdampak bagi industri makanan dan minuman.
“Gula (rafinasi) kalau dihitung perkiraan itu naiknya 30-an%. Dan ini cukup besar dampaknya untuk produk-produk industri yang pakai gula,” katanya saat ditemui dalam acara ‘Indonesia Retail Summit–Indonesia Retail Expo–Hari Belanja Diskon Indonesia–Hari Retail Modern Indonesia’ yang diselenggarakan di kawasan Grogol, Jakarta Barat, Senin (14/08).
Baca Juga: 5 Makanan yang Dihindari Penderita Sinusitis, Cek Pantangannya
Untuk diketahui, berdasarkan Permenperin Nomor 3 Tahun 2021 tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula Dalam Rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional.
Gula yang digunakan dalam industri termasuk industri makan dan minum harus merupakan gula rafinasi. Sedangkan gula tebu digunakan sebagai gula konsumsi.
Adhi mengatakan sampai saat ini gula rafinasi yang digunakan industri mamin masih 100% impor.
“Karena kita pakai gula kristal rafinasi dan 100% impor. Kita tidak boleh pakai gula kristal putih yang dari lokal kalau untuk Industri,” ungkapnya.
Terkait pasokan gula, Adhi sebenarnya tak khawatir karena menurutnya perusahaan-perusahaan besar biasanya sudah ada kontrak hingga akhir tahun, sebelum adanya kenaikan harga.
Baca Juga: Gejolak Terjadi di Thailand Saat Pita Digagalkan Jadi Perdana Menteri
Kemudian terkait kenaikan harga produk sebagai efek domino dari kenaikan harga gula rafinasi, Adhi mengatakan para produsen masih akan berpikir dua kali meskipun harga bahan baku melonjak naik.
“Kalau industri itu mau menaikan harga, prosesnya panjang, harus diskusi dengan distributor, dengan retail. Biasanya menaikan harga itu di awal atau di akhir tahun,” katanya.
Namun kata dia, sekalipun harga produk naik, nantinya tidak bisa sebesar kenaikan harga bahan baku karena adanya pertimbangan melihat daya beli masyarakat.
“Kalau naiknya terlalu tinggi. Biasanya consumer goods kalau naik 5% saja sudah tinggi. Biasanya kenaikan di kisaran 3%-4% saja, padahal kalau dibandingkan gula naiknya saja sampai 30%,” ungkapnya.
Baca Juga: Kinerja Industri Mamin Akan Terdongkrak oleh Faktor Endemi dan Tahun Politik
Ia kemudian mencontohkan efek ini misalnya kepada produsen sirup. Dimana 60% bahan baku adalah gula. Berarti seharusnya bisa menaikan 18% harga produknya akibat kenaikan harga gula rafinasi.
“Ya, kalau seperti ini tidak bisa. Kalau naik terlalu tinggi ya konsumennya akan lari,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News