Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
Di sisi lain, bisnis penyaluran BBM juga tertekan. Ia menggambarkan, PT Pertamina (Persero) menyalurkan 75% BBM di Indonesia. Namun selama masa pandemi ini, penjualan BBM anjlok seiring dengan lesunya konsumsi. Fanshurullah mengatakan, permintaan BBM merosot sekitar 34% bahkan hingga anjlok hingga 50% untuk daerah Jakarta dan sekitarnya.
"Kalau Covid-19 tidak bisa selesai sampai akhir tahun. Bakal luar biasa dampaknya," ungkapnya.
Yang pasti, menurut Fanshurullah, dalam menetapkan kebijakan harga BBM hingga saat ini pemerintah telah mempertimbangkan berbagai aspek. "Saat ini dilema yang dihadapi Pertamina. Satu sisi kami sampaikan, keputusan pemerintah pasti mempertimbangkan berbagai aspek, aspek ekonomi, politik dan sebagainya," tandasnya.
Baca Juga: Menilik target produksi 1 juta berel minyak di tahun 2030
Dalam pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif menyatakan bahwa pemerintah masih mengambil sikap untuk tetap mempertahankan kebijakan harga BBM. Khususnya untuk Jenis BBM Tertentu (JBT) atau BBM bersubsidi dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP).
Menurut Arifin, pihaknya masih akan memantau kondisi harga minyak mentah dunia serta menanti stabilnya nilai tukar rupiah. Tak hanya itu, ia juga menyampaikan pihaknya masih menanti dampak kesepakatan pemangkasan produksi antara negara-negara OPEC dan non-OPEC yang dilakukan mulai bulan Mei ini.
"Pemerintah terus memantau perkembangan harga minyak mentah dunia yang masih belum stabil, yang memiliki volatilitas yang tinggi. Diperkirakan harga akan rebound ke level US$ 40 per barel di akhir tahun, waktu cukup lama makanya kami masih cermati perkembangan terutama di bulan Mei dan Juni," kata Arifin dalam Rapat Kerja Virtual bersama Komisi VII DPR RI, Senin (4/5).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News