Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Seperti sudah diprediksi sebelumnya, harga tembakau di beberapa daerah sudah mulai merangkak naik. Pantauan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), harga tembakau jenis mulih misalnya sudah mencapai Rp 80.000 per kilogram (kg).
Padahal, pada beberapa bulan lalu, harga tembakau yang diproduksi di Sumedang, Jawa Barat (Jabar) ini masih Rp 70.000 per kg. Harga tembakau jenis kasturi juga mulai meningkat ke level Rp 40.000 per kg. Padahal pada musim panen sebelumnya, harga tembakau ini masih di level Rp 35.000 per kg.
Boedidoyo, Sekretaris Jenderal APTI mengungkapkan kenaikan harga ini disebabkan oleh kualitas tembakau yang memang meningkat. Menurutnya, cuaca di tahun ini memang relatif lebih baik. Imbasnya, proses penanaman tembakau dapat dilakukan sesuai dengan rencana.
Sebaliknya, ketika memasuki masa panen yang jatuh mulai Juni hingga Agustus ini, cuaca berangsur panas. Ini tentu disambut baik para petani karena mereka memang membutuhkan cuaca panas pada saat memanen tembakau. Kondisi itu berimbas positif pada peningkatan kualitas tembakau, baik dari sisi warna maupun aromanya. "Karena kualitasnya lebih baik, maka harga mulai berangsur naik," ungkap Boedidoyo kepada KONTAN, di Jakarta, Rabu (22/6).
Kenaikan harga itu juga ditopang oleh permintaan tembakau terutama untuk kepentingan ekspor. Boedidoyo bilang, permintaan tembakau mulih dari Malaysia misalnya terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Tembakau Indonesia memang cukup disukai Malaysia terutama untuk konsumsi rokok Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di sana.
Hal ini diperkuat oleh permintaan tembakau dari industri rokok domestik yang juga sangat tinggi. "Itu turut menaikkan harga tembakau di tingkat petani," tutur Boedidoyo. Sebagai informasi, industri rokok domestik setiap tahun membutuhkan sekitar 220.000 ton per tahun.
Abdus Setiawan, Ketua APTI, menambahkan kenaikan harga juga disebabkan oleh rantai distribusi yang lebih efektif. Petani bisa langsung menjual tembakau ke perusahaan tanpa harus melalui pengumpul. "Harga yang diterima petani menjadi lebih tinggi," ungkap Abdus.
Melihat harga yang mulai naik, membuat para petani tembakau sumringah. Maklum saja, kebutuhan para petani turut membengkak seiring kenaikan harga itu. Pada musim panen sebelumnya, petani mendapatkan pendapatan bersih sebanyak Rp 30 juta per hektare. Asumsinya, produktivitas tembakau per hektare petani rata-rata 1 ton per ha. Harga tembakau saat itu sebesar Rp 70.000 per kg.
Di sisi lain, biaya produksi tembakau rata-rata ditaksir Rp 40 juta per ha. Dengan harga yang sekarang naik menjadi Rp 80.000 per kg, otomatis pendapatan bersih petani terkerek menjadi Rp 40 juta per ha. "Pendapatan petani sudah lumayan bagus," seru Boedidoyo.
Boedidoyo memprediksi, kenaikan harga ini akan terus berlangsung hingga masa panen raya pada bulan Agustus mendatang. Ia memprediksi harga tembakau bisa mencapai Rp 120.000 per kg seperti tahun 2009 silam. Tapi hal itu dapat tercapai jika cuaca panas seperti saat ini tetap berlangsung hingga Agustus nanti.
Sementara itu, kalangan industri rokok tenang-tenang saja menghadapi kenaikan harga tembakau itu. Derajat Kusumanegara, sekretaris jenderal Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), mengatakan kenaikan harga tembakau yang mulai terjadi ini tidak akan berimbas banyak pada kenaikan harga jual rokok.
Ia mengakui biaya bahan baku memang menjadi komponen terbesar dalam biaya produksi industri rokok. Namun, kenaikan harga tembakau ini masih dianggap wajar sehingga tidak terlalu memberatkan perusahaan rokok. Meski begitu, Derajat tidak bisa mengklaim bahwa perusahaan rokok tidak akan menaikkan harga jual produknya. "Menaikkan harga jual rokok itu tergantung kebijakan masing-masing perusahaan," ujar Derajat kepada KONTAN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News