kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.237.000   3.000   0,13%
  • USD/IDR 16.640   3,00   0,02%
  • IDX 8.044   -17,24   -0,21%
  • KOMPAS100 1.114   -2,28   -0,20%
  • LQ45 784   -9,49   -1,20%
  • ISSI 282   1,25   0,44%
  • IDX30 411   -4,49   -1,08%
  • IDXHIDIV20 468   -6,38   -1,35%
  • IDX80 122   -0,32   -0,26%
  • IDXV30 133   0,84   0,63%
  • IDXQ30 130   -1,49   -1,14%

Hemat devisa Rp 56 triliun dari impor, sepadankah?


Senin, 28 September 2015 / 17:35 WIB
Hemat devisa Rp 56 triliun dari impor, sepadankah?


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Pengamat Pertanian Khudori mengatakan klaim dari Kementerian Pertanian (Kemtan) dapat menghemat devisa Rp 56 triliun tidak bisa dipandang sebagai suatu prestasi pemerintah. Pasalnya, ada harga yang harus dibayar masyarakat dengan naiknya harga-harga komoditas pangan di pasaran.

Ia bilang, pengendalian impor saat ini juga baru pada semester pertama. Sementara di semester kedua bisa saja impor melonjak untuk mengatasi dampak kenaikan harga pangan. Ia mengatakan kalau pasokan pangan tersedia, maka sudah seharusnya harga relatif terkendali.

"Tapi kalau harga relatif tidak terkendali, maka ada indikasi pasokan tidak seimbang dengan permintaan," ujarnya kepada KONTAN, Senin (28/9).

Ia mengatakan kalau pemerintah saat ini berhasil mengendalikan impor, tapi di sisi lain, masyarakat harus menebusnya dengan inflasi di bidang pangan yang tinggi. Maka otomatis daya beli masyarakat menurun.

Karena itu, ia mendesak Kemtan juga menghitung dampak yang harus dibayar akibat kebijakan tersebut.

Ke depan, Khodori memprediksi berpotensi terjadinya gejolak harga pangan dunia baik yang disebabkan faktor internal maupun eksternal. Karena itu ia meminta pemerintah melakukan perhitungan yang teliti agar Indonesia bisa bertahan.

Berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Pertanian (Kemtan) terkait impor beberapa komoditas pangan Januari-Desember 2014 dengan Januari-Juli 2015. Impor beras tahun 2014 sebanyak 815.300 ton, sedangkan 2015 belum ada.

Impor jagung 2014 sebanyak 3,39 juta ton, sedangkan semester I 2015 baru 1,6 juta ton; impor sapi hidup 2014 sebanyak 246.500 ekor, sedangkan semester I 2015 baru 113,700 ekor; impor daging sapi 2014 sebanyak 76.800 ton sedangkan semester I 2015 baru 24,190 ton.

Demikian juga dengan impor gula 2014 sebanyak 2,96, sedangkan semester I 2015 baru 1,85 juta ton; impor bawang merah 2014 sebanyak 74,900 ton semester I 2015 masih belum impor; impor kacang tanah 2014 sebanyak 179,700 ton, sedangkan semester I 2015 baru 129.400 ton; impor kacang hijau 2014 sebanyak 68,900 ton sedangkan 2015 baru 32,900 ton. Kendati begitu, data yang dikeluarkan Kemtan ini tidak lengkap salah satunya data impor kedelai yang 70% dari total kebutuhan nasional masih impor.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengklaim sejak Januari hingga Juli 2015 devisa yang dihemat akibat pengurang impor senilai US$ 4,03 miliar atau setara Rp 56 triliun bila menggunakan kurs Rp.14.000 per dollar.

Ia mengakui sejak awal 2015, pemerintah menempuh kebijakan pengendalian impor beras medium dan premium berbasis pada stok dalam negeri. "Kita hanya impor sesuai kebutuhan saja, bukan keinginan," ujar Amran.

Amran mengatakan berdasarkan angka ramalan (Aram) I BPS 2015 disebutkan produksi padi mencapai 75,7 juta ton atau naik 6,64% dibandingkan 2014. Kecuali untuk beras khusus guna memenuhi kebutuhan industri, konsumsi penderita diabetes, dan lainnya, hingga Juli 2015 ini Indonesia tidak ada impor beras medium. Sementara itu, pemerintah juga sudah mengekspor beras organik, beras merah dan beras hitam ke beberapa negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×