Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Industri Olefin Aromatik Plastik (INAPLAS) mengapresiasi langkah pemerintah yang memperpanjang kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk tujuh sektor industri, dengan total 253 pengguna gas bumi.
Langkah itu dinilai akan membantu industri tetap kompetitif dan mendukung target pertumbuhan ekonomi 8% di tengah menurunnya permintaan pasar. Hanya saja, Sekretaris Jenderal INAPLAS, Fajar Budiono menyoroti persoalan pasokan gas yang masih menjadi kendala utama dalam mengoptimalkan manfaat kebijakan itu.
Dalam Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG), misalnya, industri seharusnya menerima kuota penuh, tetapi kenyataannya hanya mendapatkan 60-70% dari jumlah yang dijanjikan. Akibatnya, sisanya harus dibeli dengan harga lebih tinggi, sehingga biaya gas yang diterima industri bisa melebihi USD 10 per MMBTU. Hal ini mengurangi manfaat nyata dari kebijakan HGBT.
“Kepastian pasokan gas sangat penting. Jika kuota dalam PJBG tidak terpenuhi, perencanaan produksi menjadi sulit dan biaya produksi meningkat. Ini membuat industri dalam negeri kesulitan bersaing dengan produk impor,” kata Fajar dalam keterangannya, Rabu (5/3).
Baca Juga: FIPGB Percaya Diri Industri Manufaktur Makin Berkembang Usai Perpanjangan HGBT
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa jika utilisasi industri terus menurun, maka target pertumbuhan ekonomi 8% akan sulit tercapai. Selain memastikan pasokan gas, kata dia, pemerintah juga perlu menjaga keseimbangan antara supply dan demand, termasuk dengan mengontrol impor produk jadi.
Dia bilang industri dalam negeri harus bersaing dengan produk impor. Oleh karena itu, selain memastikan pasokan gas, lanjutnya, pemerintah perlu mengatur keseimbangan supply-demand agar daya beli masyarakat bisa meningkat dan utilisasi industri pun lebih optimal.
Senada, Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI), Edy Suyanto mengatakan industri keramik tidak keberatan dengan kenaikan HGBT dari USD 6,5 per MMBTU menjadi USD 7 per MMBTU, asalkan implementasinya di lapangan benar-benar optimal.
“Kenaikan harga gas ini masih bisa diterima, tetapi yang terpenting adalah kepastian pasokan. Volume gas yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan industri sebagaimana tercantum dalam Kepmen ESDM,” ujar Edy.
Edy juga menyoroti kebijakan PGN yang berpotensi menghambat manfaat dari HGBT. Jika masih ada pembatasan pasokan hingga 45-50% dengan tambahan surcharge USD 16,77 per MMBTU pada Januari-Maret 2025, maka kebijakan HGBT tidak akan memberikan dampak optimal bagi industri.
Baca Juga: Industri Gelas Kaca Harap Kebijakan HGBT Terbaru Diterapkan Secara Penuh
Jika pembatasan pasokan masih terjadi, imbuh Edy, maka tujuan utama HGBT untuk meningkatkan daya saing industri dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional akan sulit terwujud.
Dengan demikian, kepastian pasokan gas menjadi kunci keberlanjutan industri di tengah persaingan global. “Jika kebijakan HGBT tidak diimplementasikan secara optimal dan pasokan gas masih terkendala, maka upaya pemerintah dalam mendorong daya saing industri serta mencapai target pertumbuhan ekonomi bisa terhambat.” pungkas Edy.
Selanjutnya: Bahas Solusi Banjir, Gubernur Pramono akan Temui Kepala Daerah Penyangga Jakarta
Menarik Dibaca: Rekomendasi 6 Film Animasi Bergenre Romantis, Bukan untuk Anak-Anak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News