Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia sedang menggenjot hilirisasi sejumlah komoditas mineral seperti nikel bauksit, timah, tembaga, dan lainnya. Hilirisasi mineral tersebut sudah membuahkan hasil cukup manis ke penerimaan negara lewat penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara (Minerba) Irwandy Arif mengungkapkan, sampai dengan 2021 sudah ada 21 smelter yang terdiri dari 15 smelter nikel, 2 smelter bauksit, 1 smelter besi, 2 smelter tembaga, dan 1 semlter mangan.
Kemudian di 2022 akan ada tambahan 7 smelter dari berbagai komoditas sehingga totalnya di akhir tahun ini akan menjadi 28 fasilitas pemurnian.
“Pengembangan hilirisasi di Indonesia memberikan peningkatan nilai tambah terhadap komoditas-komoditas di Indonesia,” kata Irwandy dalam webinar, Jumat (18/11).
Baca Juga: Menteri Bahlil Usul Pendirian Organisasi Negara-Negara Penghasil Nikel
Irwandi menjelaskan, hasil hilirisasi yang sudah terlaksana sampai dengan hari ini tercermin dari kontribusi sektor minerba terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga 11 November yang mencapai Rp 146,85 triliun atau 145,78% dari target tahun 2022 berdasarkan Perpres No 98 Tahun 2022.
Meski demikian, Irwandy menerangkan, pihaknya tetap berhati-hati karena hasil dari hilirisasi ini sangat bergantung pada harga komoditas yang fluktuatif.
“Baru saja, saya kirimkan nota dinas bulan ini hampir 70% dari komoditas itu harganya turun dibandingkan bulan lalu. Hanya sekitar 30% yang naik. Ini bukan hal yang mudah karena hasil daripada hilirisasi sangat tergantung pada harga dan harga tidak bisa dikontrol,” ujarnya.
Selain tantangan dari segi harga, pelaku usaha yang mengembangkan smelter kerap kali mengalami kesulitan pendanaan, sumber listrik, dan proses perizinan yang terkadang memakan waktu yang sangat lama.
Di sisi yang lain, pada 2022 ini muncul tantangan baru ke industri smelter dalam negeri dengan adanya penerapan teknologi bersih sesuai dengan hasil G20.
Irwandy mencontohkan, ada dorongan untuk memproduksi logam hijau untuk mendukung ekosistem baterai tetapi produksi sampingan dari logam utama (nikel, perak, timah, emas, tembaga) belum terharap dengan baik.
Baca Juga: Antam (ANTM) Menggandeng CNGR Kembangkan Kawasan Industri Hilirisasi Bijih Nikel
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News