Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga Pokok Penjualan (HPP) batubara diprediksi akan terguncang jika tren penurunan harga batubara global terus berlanjut hingga menyentuh level US$ 52-77 per ton seperti yang terjadi pada tahun 2014-2020.
Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo), Fathul Nugroho mengatakan jika melihat harga batubara pada minggu kedua bulan Februari 2025, meski terjadi penurunan, kinerja batubara dalam negeri masih berjalan normal.
"Hingga saat ini masih tetap berjalan normal untuk memenuhi target produksi sesuai RKAB yang telah disetujui untuk tahun 2025 yaitu sebesar 917,16 juta ton," katanya saat dihubungi Kontan, Selasa (18/02).
Namun, apabila harga index Newcastle turun lagi, spesifiknya seperti harga pada periode tahun 2014-2020 tentunya akan sangat berdampak terhadap usaha pertambangan batubara.
"Karena dengan level harga tersebut tidak dapat menutupi Harga Pokok Penjualan (HPP) batubara," tambahnya.
Baca Juga: Harga Batubara Jeblok Dekati Level Terendah 4 Tahun, APBI Sebut Efek Sampingnya
Fathul juga memperkirakan turunnya harga tersebut karena faktor China yang mengurangi permintaannya selama beberapa bulan terakhir ini dikarenakan produksi batubara domestik China yang meningkat sejak tahun 2023 sebesar 4,71 miliar ton, menjadi 4,76 miliar ton pada tahun 2024, dan diproyeksikan naik lagi sekitar 1,5%, pada tahun 2025 menjadi sekitar 4,83 miliar ton.
"Sehingga faktor turunnya permintaan batubara dari China akibat peningkatan produksi batubara domestik China yang membuat harga batubara global turun, bukan semata transisi ke EBT di China," ungkap Fathul.
Namun, ada harapan bahwa pada semester 2 tahun ini harga batubara global akan kembali naik dikarenakan adanya operasi bertahap dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru di China sebesar 94,5 GW.
"PLTU baru ini diperkirakan membutuhkan batubara sekitar 376 juta ton per tahun saat beroperasi semuanya," tambahnya.
Lebih lanjut, Fathul bilang turunnya harga batubara saat ini tentunya cukup berdampak kepada perusahaan penunjang batubara, yaitu semakin menipisnya margin pendapatan.
"Penurunan biaya sudah cukup sulit dilakukan, karena harga peralatan pertambangan dan BBM yang terus meningkat, belum lagi stripping ratio yang semakin besar dan jarak hauling ke pelabuhan yang jauh," jelasnya.
Baca Juga: Dibayangi Potensi Kelebihan Pasokan, Begini Rekomendasi Saham Bukit Asam (PTBA)
Sehingga, dalam jangka menengah apabila harga batubara tidak kembali rebound, maka akan cukup berdampak terhadap operasional pertambangan batubara.
Asal tahu saja, harga batubara masih belum menunjukan tanda-tanda bangkit di pertengahan bulan Februari 2025 ini. Merujuk Trading Economics, Selasa (18/02), harga batubara Newcastle melandai lagi ke level US$ 102,00 per ton.
Jika dibandingkan, harga batubara per hari ini turun 0,75% secara day on day (dod), turun 13,67% month on month (mom), dan turun sebanyak 14,72% year on year (yoy).
Harga ini turun mendekati level terendah dalam jangka empat tahun terakhir, tepatnya pada 3 Mei 2021 yang senilai US$ 98,34 per ton.
Selanjutnya: Taksonomi Hijau Jilid 2 Akan Ciptakan Keuangan Berkelanjutan yang Lebih Inklusif
Menarik Dibaca: Simak Jadwal Terbaru KRL Solo-Jogja Pada Rabu, 19 Februari 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News