Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga batubara masih belum menunjukan tanda-tanda bangkit di pertengahan bulan Februari 2025 ini. Merujuk Trading Economics, Selasa (18/02), harga batubara Newcastle melandai lagi ke level US$ 102,00 per ton.
Jika dibandingkan, harga batubara per hari ini turun 0,75% secara day on day (dod), turun 13,67% month on month (mom), dan turun sebanyak 14,72% year on year (yoy).
Batubara telah turun US$ 23,25 per metrik ton (MT) atau 18,56% sejak awal tahun 2025, menurut perdagangan contract for Difference (CFD) yang melacak pasar acuan komoditas ini.
Adapun jika dibandingkan, harga ini turun mendekati level terendah dalam jangka empat tahun terakhir, tepatnya pada 3 Mei 2021 yang senilai US$ 98,34 per ton.
Terkait penurunan harga ini, Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia/Indonesian Coal Mining Association (APBI/ICMA) mengatakan akan ada perubahan pada skema produksi batubara dalam negeri.
Baca Juga: DPR Ungkap Ada Empat Perubahan Muatan dalam RUU Minerba
"Akan terjadi keseimbangan produksi atau supply batubara. Karena pada saat ini harga untuk memproduksi batubara sudah cukup tinggi," ungkap Plt Direktur Eksekutif APBI/ICMA Gita Mahyarani saat dihubungi, Senin (17/02).
Gita melanjutkan, efek samping dari penurunan harga berkepanjangan akan dirasakan terlebih dahulu oleh penambang yang berada di wilayah dengan tarif logistik tinggi.
"Beberapa tambang di daerah-daerah tertentu akan terkena dampaknya terlebih dahulu. Misalkan di Kalimantan Tengah dan Jambi, dimana biaya logistik disana akan lebih besar dibandingkan dengan daerah yang lain," tambahnya.
Lebih jauh, penurunan harga juga akan berpengaruh secara umum kepada seluruh penambang di dalam negeri. Ditambah dengan berjalannya berbagai kewajiban yang harus dilaksanakan tahun ini, seperti Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) 100%, pajak royalti batubara dan penggunaan B40 pada alat berat tambang.
"Penambang harus melakukan berbagai cara dengan besarnya kewajiban yang harus juga dipenuhi," katanya.
Gita juga menyebut penurunan harga erat kaitannya dengan permintaan dari China dan India sebagai importir batubara terbesar di dunia yang juga mulai mengalami penyesuaian.
"China dan India punya pengaruh besar terhadap harga. India sendiri lebih menyesuaikan kebutuhan domestik mereka dimana laju pertumbuhan ekonomi disana juga diprediksi tidak terlalu tinggi," jelasnya.
Kedua negara tersebut ungkap Gita, tahun ini juga sedang menargetkan peningkatan produksi batubara dalam negeri sendiri, yang kedepannya akan berpengaruh juga pada laju industri.
"Baik India maupun China sedang mem-boost produksi dalam negeri mereka. Ada faktor dari (peningkatan) energi baru terbarukan (EBT), tapi lebih kedua faktor yg saya sebut tadi," katanya.
Asal tahu saja China mengumumkan bahwa produksi batubara mereka tahun ini akan meningkat 1,5% menjadi 4,82 miliar ton menyusul pencapaian rekor tertinggi pada tahun 2024 lalu.
Pemerintah China beralasan, peningkatan produksi tahun ini bertujuan untuk mendukung stabilitas industri dalam negeri termasuk pemenuhan kebutuhan sektor listrik dan industri besar seperti industri kimia.
Baca Juga: Berubah Lagi: Perguruan Tinggi Jadi Penerima Manfaat, Pengelola IUP Dipegang BUMN
Selanjutnya: Kelola Keuangan Saat Ramadan, Jenius Perkenalkan Inovasi Kredit Creditbility
Menarik Dibaca: Jenis-Jenis Gadai di Pegadaian yang Bisa Anda Pilih untuk Mendapatkan Dana Cepat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News