kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

IISIA dukung disinsentif impor bahan mineral


Jumat, 09 September 2011 / 20:35 WIB
IISIA dukung disinsentif impor bahan mineral
ILUSTRASI. Beberapa bahan alami bisa digunakan untuk menyembuhkan sariawan di gusi. (Tribun Jateng/Hermawan Handaka)


Reporter: Dani Prasetya | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) sebagai penggagas penerapan disinsentif untuk impor bahan tambang mengusulkan pada pemerintah untuk membendung ekspor bahan mineral tanpa adanya nilai tambah.

Disinsentif itu diterapkan melalui pemberlakuan bea keluar yang lebih tinggi ketimbang produk olahan. Aturan bea keluar itu merupakan transisi sebelum pemerintah memberlakukan pelarangan impor bahan mentah terkait Undang-undang Minerba pada 2014.

Usulan pemberlakuan bea keluar itu sebenarnya sudah diajukan pada Kementerian Perindustrian sejak lama. IISIA memberikan alasan bahwa penerapan bea keluar itu mampu memberikan manfaat untuk industri dalam negeri karena keharusan pengolahan sumber daya alam yang bernilai tambah.

Wakil Ketua IISIA Irvan Kamal bilang negara-negara seperti India, Brazil, dan Australia telah mengolah sumber daya alamnya sendiri. Bahkan, India menerapkan bea keluar sebesar 20% untuk melindungi bahan mentah yang dihasilkan negaranya. Apabila pelarangan ekspor bahan mentah terus dibiarkan maka industri dalam negeri bakal terpuruk karena kekurangan bahan baku.

Sebagai gambaran, Indonesia mengekspor pasir besi dan mineral lainnya mencapai 9 juta ton per tahun. Apabila pemerintah harus menunggu hingga 2014 untuk membendung ekspor bahan mentah secara besar-besaran maka hal tersebut malah akan terlambat. "Usulan ini pro pengembangan nilai tambah produk dalam negeri. Kalau tunggu 2014 sudah telat," ucapnya.

Sebenarnya, sudah ada industri dalam negeri yang mengolah pasir besi. Perusahaan itu meliputi PT Krakatau Steel (Persero) Tbk dengan kapasitas 350.000 ton dan Gunung Garuda berkapasitas 100.000 ton yang juga akan membangun pabrik pengolahan di Kalimantan. "Jika ekspor tetap dilakukan, saat kedua pabrik beroperasi, cadangan bahan baku akan habis," tambahnya.

Apalagi, pabrik baja PT Krakatau Posco dan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk juga membutuhkan pasir besi dan batu bara untuk proses produksi. Sehingga bea keluar yang menjadi instrumen Kementerian Perindustrian menjadi jalan untuk membangkitkan industri manufaktur.

Sekjen Kementerian Perindustrian Anshari Bukhari menyadari pesatnya ekspor bahan mentah bakal menurunkan nilai tambah untuk produk dalam negeri. Padahal, kebutuhan bahan bernilai tambah industri dalam negeri cukup besar. Contohnya, pig iron. Impor pig iron saat ini tercatat mencapai 3 juta ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×