kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ikatsi nilai industri tekstil Indonesia belum bisa bersaing


Kamis, 31 Oktober 2019 / 00:00 WIB
Ikatsi nilai industri tekstil Indonesia belum bisa bersaing
ILUSTRASI. Industri tekstil dan pakaian jadi


Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ikatan Ahli Tekstil Indonesia (Ikatsi) menganggap industri tekstil Indonesia tidak kompetitif dan tidak bisa bersaing dengan industri negara-negara lain. Hal ini juga yang menyebabkan akhirnya banjir impor dari negara lain.

"Harga tekstil kita mahal, mutu kurang. Dengan kondisi tersebut, siapa yang mau beli?" kata Ketua Umum IKATSI Suharno Rusdi pada Rabu (30/10) di Jakarta.

Suharno pun juga memaparkan beberapa penyebab terpuruknya industri tekstil Indonesia. Menurutnya, salah satunya disebabkan oleh perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang masih berlanjut.

Baca Juga: Industri TPT: Revisi permendag berpeluang membuka impor lebih besar

Selanjutnya ada juga faktor dari kapasitas industri Indonesia yang masih sangat rendah, ini terlihat dari pembuatan benang, serat, dan lain-lain.

Selain itu, Suharno juga menuturkan ini sebagai hasil kampanye yang buruk dari para ekonom terdahulu yang mengatakan bahwa industri tekstil ini tidak cocok untuk Indonesia atau bahkan diberi julukan Sunset Industry.

"Karena termakan mindset itu, kita jadi tidak bisa berkembang dan bahkan kinerja kita seperti ini," tambah Suharno.

Ada juga faktor dari pemerintah yang dianggap abai dengan pendidikan tinggi terkait tekstil dan juga asosiasi-asosiasi tekstil yang tidak melakukan hal yang tepat untuk membangun industri tekstil di tengah iklim usaha yang memang sedang tidak kondusif.

Suharno juga mengungkapkan, masih nihilnya infrastruktur hukum yang melindungi industri tekstil dan juga restrukturisasi yang tidak tepat sasaran.

Baca Juga: Tahun 2020 Bangun Pabrik di Jawa Tengah, Trisula (TRIS) Bersiap Kerek Pasar Lokal

Oleh karena itu, Suharno menawarkan adanya penataan niaga dan sistem logistik nasional untuk mendorong berkembangnya industri tekstil nasional. Salah satunya dengan revisi Peraturan Menteri Perdagangan No. 77/2019.

"Kami menganggap ini belum mendukung bangkitnya industri tekstil dalam negeri dan tidak sejalan dengan semangat substitusi impor. Kami berharap ini bisa lebih memfasilitasi impor," kata Suharno.

Selain itu, bisa juga dilakukan dengan reformasi asosiasi agar lebih concern pada kepentingan nasional. Dari sisi perizinan pun diharapkan adanya perizinan yang mudah dan penyediaan infrastruktur yang mendukung industri yang kompetitif.

Baca Juga: Industri tekstil dan alas kaki sumbang US$ 19 miliar ekspor nasional

Untuk ke depannya, Suharno juga berharap adanya rebranding industri tekstil dengan menunjukkan bahwa industri ini juga bisa menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi.

Dari sisi sumber daya manusia (SDM) pun dianggap penting karena SDM merupakan kunci, sehingga perlu adanya pendidikan tinggi di tekstil nasional. Selain itu diharapkan adanya insentif fiskal untuk tenaga kerja.

Dan salah satu yang penting adalah restrukturisasi industri tekstil untuk mengantisipasi revolusi industri 4.0, mengingat saat ini perkembangan teknologi masif terjadi baik di global maupun Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×