kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Implementasi harga gas industri US$ 6 per MMBTU belum optimal di sektor industri kaca


Kamis, 23 Juli 2020 / 09:22 WIB
Implementasi harga gas industri US$ 6 per MMBTU belum optimal di sektor industri kaca
ILUSTRASI. Industri kaca lembaran


Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) menganggap, kebijakan harga gas US$ 6 per MMBTU sejauh ini belum dirasakan para pelaku industri kaca secara keseluruhan.

Ketua AKLP Yustinus Gunawan mengatakan, untuk penggunaan di bulan Juni 2020, volume gas yang harganya US$ 6 per MMBTU untuk anggota AKLP di Jawa bagian barat baru terealisasi sebanyak 44%.

Ia menyebut, belum maksimalnya pemberlakuan harga gas US$ 6 per MMBTU lantaran Letter of Agreement (LoA) antara PT Perusahaan Gas Negara Tbk dengan ConocoPhillips belum selesai ditandatangani.

Baca Juga: Implementasi harga gas US$ 6 per MMBTU belum optimal di sektor industri keramik

Ia melanjutkan, di Jawa bagian timur sebagian produsen gas di hulu sudah menandatangani penyesuaian harga gas US$ 6 per MMBTU. Namun, ternyata di kawasan tersebut implementasi harga gas US$ 6 per MMBTU belum direalisasikan secara proporsional.

Menurutnya, hal ini dikarenakan salah satu produsen gas hulu di Jawa bagian timur yaitu PT Minarak Brantas Gas belum selesai menandatangani perjanjian penyesuaian harga gas.

Tak hanya itu, Yustinus juga mengaku, penyalur gas di Jawa bagian timur yaitu PT Bayu Buana Gemilang dikabarkan belum menurunkan harga gas kepada anggota AKLP. “Padahal sebagian pemasok gas hulunya sudah tanda tangan,” imbuh dia, Rabu (22/7) malam.

AKLP pun menduga, produsen gas hulu swasta dan penyalur gas hilir swasta belum mematuhi Keputusan Menteri No. 89 K/10/MEM/2020 dan Peraturan Presiden No. 40 Tahun 2016.

Lebih lanjut, AKLP masih berupaya negosiasi agar biaya minimum pemakaian gas di sisa tahun ini bisa dihapus di tengah kondisi industri kaca yang masih lesu. Hanya memang, upaya tersebut sangat tergantung dari rencana bisnis masing-masing anggota AKLP yang memiliki spesifikasi target pasar yang berbeda-beda. “Mudah-mudahan ada solusi pada bulan Juli ini,” kata Yustinus.

Di luar itu, Yustinus menilai, penerapan harga gas US$ 6 per MMBTU baru sebatas menyemangati dan belum efektif untuk mendongkrak utilisasi pabrik kaca. Terlebih, implementasi harga gas tersebut belum begitu optimal di lapangan. Hal ini membuat para pelaku industri kaca pun masih kesulitan melakukan ekspansi bisnis.

Baca Juga: Simak fakta-fakta penting penurunan harga gas US$ 6 per MMBTU dari Kementerian ESDM

“Investasi besar-besaran salah satu anggota AKLP yang tuntas di kuartal pertama menjadi nyaris sia-sia karena kontraksi permintaan baik dari dalam maupun luar negeri,” ungkap dia.

Sejatinya, negara-negara pengekspor kaca lembaran yang mulai pulih dari pandemi seperti China dan Malaysia mulai melakukan produksi lagi sekaligus mengoptimalkan stok produk kaca yang ada. Artinya, mereka bersiap menyerbu pasar Indonesia.

Sementara di pasar dalam negeri, para pelaku industri kaca lokal sangat memerlukan perlindungan seperti pembatasan pelabuhan impor yang ada di Bitung dan Dumai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×