Reporter: Emir Yanwardhana | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Kebutuhan lampu terus meningkat seiring peningkatan jaringan listrik di Indonesia. Semakin tinggi rasio elektrifikasi, semakin tinggi pula kebutuhan lampu di Indonesia. Namun, pasokan lampu tersebut tidak hanya berasal dari industri dalam negeri, sebagian diimpor.
Ketua Asosiasi Industri Perlampuan Listrik Indonesia (Aperlindo) John Manoppo mengungkapkan, pada 2015, penjualan lampu jenis bohlam light-emitting diode alias LED tumbuh 50% ketimbang 2014. “Namun pemasoknya tak hanya dari dalam negeri,” imbuh John kepada KONTAN, Minggu (20/3).
Menurut John, penjualan bohlam LED sepanjang 2015 lalu mencapai kisaran 60 juta bohlam, sementara penjualan LED selama 2014 berkisar 40 juta bohlam.
Tak hanya bohlam LED yang diimpor, John menuding lampu hemat energi (LHE) juga banyak yang impor. John bilang, tahun lalu penjualan LHE cenderung stagnan, sekitar 340 juta unit. Meski demikian, penjualan LHE banyak berasal dari produk impor.
Adapun penjualan lampu pijar tahun 2015 tercatat hanya mencapai 10 juta bohlam ketimbang penjualan tahun-tahun sebelumnya, sebanyak 25 juta bohlam.
Sayang, John tak menyajikan angka atau persentase besaran impor. John menuding, impor bohlam terbanyak berasal dari China. Kondisi ini terjadi karena ada kerjasama Mutual Recognize Agreement (MRA) Indonesia dan China, terkait bea masuk LHE dan LED yang dipatok 5%. “Nomor HS (harmonized system) LED sama dengan LHE, ini yang bikin harga LED impor murah,” kata John.
Karena penomoran HS bohlam LHE dan LED yang sama ini pula, John kesulitan menghitung besaran impor untuk LHE dan impor untuk LED. Untuk itu, John meminta pemerintah membuat kode HS tersendiri untuk bohlam LED agar bea masuknya bisa lebih tinggi. “Kami ingin bea masuk LED naik jadi 15%-25%,” kata John.
John akan menyampaikan usulan tersebut kepada Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan. Dalam perhitungan John, jika bea masuk bohlam LED naik, investasi untuk LED di tanah air juga akan naik.
Saat ini, setidaknya ada sembilan perusahaan yang memproduksi lampu LED, yaitu PT Gunawan Elektrindo, PT Honoris Industry, PT Ningbo Global Lamp, PT Pancaran Indonesia, PT Sentra Solusi Elektrindo, PT Sinko Prima Alloy, PT Sinar Angkasa Rungkut, Dian Satellite Unggul, dan PT Tjipto Langgeng Abadi. Sayang, hingga tulisan ini turun, KONTAN belum berhasil menghubungi satu pun produsen lampu LED tersebut.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan bilang, pihaknya masih menunggu surat resmi dari Aperlindo yang berisi usulan pemisahan nomor HS bohlam LED dalam nomor HS bohlam LHE. ”Kami belum terima surat resmi, kalau ada kami akan pelajari dulu,” kata Gusti.
Untuk itu, Putu belum mau berkomentar apakah pergantian nomor HS untuk bohlam LED tersebut efektif menurunkan impor atau tidak. ”Nanti kita tunggu, ya, mesti ada kajiannya,” terang Putu.
Potensi pasar besar
Industri lampu termasuk industri yang akan bergerak setelah pemerintah menggeber proyek energi listrik 35.000 megawatt (MW). Jika ketersediaan setrum naik, pemakaian listrik untuk penerangan juga akan naik.
Jika proyek setrum terealisasi, kebutuhan lampu akan meningkat. Dari tiga jenis lampu, yakni LHE, LED dan pijar, jenis LED punya potensi terbesar. “Karena ada anjuran memakai lampu yang hemat energi,” kata John.
Selain irit listrik, lampu LED banyak digunakan karena daya tahannya lebih lama ketimbang bohlam LHE dan pijar. Jika saat ini belanja LED cenderung di kota besar saja, ke depan penggunaan bohlam LED bisa merata hingga ke pedesaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News