Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan implementasi harga gas bumi di sektor industri sebesar US$ 6 per MMBTU masih terus diupayakan terealisasi, meski fakta di lapangan masih ada sejumlah kendala yang dihadapi oleh para pelaku industri.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono mengatakan, semangat para stakeholder terkait untuk mendorong implementasi harga gas industri di level US$ 6 per MMBTU sebenarnya cukup besar. Namun, secara umum realisasi yang ada memang belum sepenuhnya sesuai harapan.
Baca Juga: FIPGB: Pelaku industri hanya bisa bayar gas sesuai volume yang terpakai
Fajar menyebut, di dalam klausul Perjanjian Jual Beli Gas Bumi (PJBG), apabila konsumen membeli gas melebihi batas maksimal volume yang telah ditetapkan, maka konsumen tersebut dikenakan tarif yang lebih mahal alias di atas US$ 6 per MMBTU.
Tak hanya itu, ia juga menyebut bahwa terdapat klausul di dalam PJBG yang membuat konsumen harus menanggung surcharge atau biaya tambahan jika membeli gas kurang dari batas minimum volume yang ditetapkan.
Klausul-klausul tersebut dirasa kurang tepat bila berkaca pada kondisi perindustrian Indonesia sekarang. Pasalnya, meski berada dalam masa pandemi virus corona, ada beberapa pelaku industri yang bisnisnya sudah mulai pulih secara perlahan. “Mereka pasti akan meningkat konsumsi gasnya dan bisa melewati batas maksimal,” kata Fajar, Jumat (5/6).
Di sisi lain, masih ada beberapa pelaku industri yang utilisasi pabriknya di bawah 50% akibat terpapar dampak virus corona, sehingga tidak menutup kemungkinan pemakaian volume gasnya berada di bawah minimum yang ditetapkan dalam PJBG.
Fajar pun mengaku, rata-rata utilisasi pabrik petrokimia yang berada di bawah naungan Inaplas masih bertahan di kisaran 90%. “Tapi untuk pabrik karbon hitam utilisasinya cukup rendah karena pasar ban sedang tertekan,” ujar dia.
Inaplas beserta asosiasi industri pengguna gas bumi lainnya sudah mengajukan surat terkait masalah tersebut kepada Kementerian Perindustrian.
Baca Juga: Kebijakan energi perlu terintegrasi agar defisit terjaga
Lebih lanjut, Fajar bilang, terkait adanya potensi biaya tambahan akibat pemakaian gas di bawah batas minimum volume yang ditetapkan, pihaknya sudah pernah mengadakan pertemuan dengan pimpinan PT Perusahaan Gas Negara Tbk dan Kemenperin.
Hasilnya, disepakati bahwa tidak ada biaya tambahan yang dibebankan kepada konsumen gas sampai bulan Juli.
“Nah, setelah bulan Juli akan ada sanksi seperti itu. Kami sedang cari jalan keluarnya agar aturannya bisa disesuaikan dengan kondisi industri sekarang. Soalnya pemulihan utilisasi bisa butuh 6—12 bulan,” ungkap Fajar.
Sebagaimana diketahui, PGN mengadakan penandatanganan nota kesepahaman PJBG dengan 177 perusahaan konsumen gas bumi pada Jumat (5/6). PJBG tersebut mengacu pada Keputusan Menteri ESDM No. 89 K/10/MEM/2020 tentang Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News