Reporter: Agung Hidayat | Editor: Markus Sumartomjon
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wacana bakal ditariknya cukai produk plastik kembali mencuat. Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) mempertanyakan target dari cukai tersebut.
Menurut Sekjen Inaplas, Fajar Budiono, cukai tersebut belum mempunyai implementasi penarikan yang jelas. Terlebih, cukai akan semakin memberatkan industri plastik dan kemasan plastik yang sebagian besar didominasi oleh industri menengah ke bawah.
"Hampir 80% itu dari sana (industri menengah ke bawah," kata Fajar kepada KONTAN (12/11). Menurutnya ketimbang pemerintah terus menyasar cukai bagi produsen dalam negeri, sebaiknya regulator cukai dan pajak bisa memaksimalkan produk plastik impor.
"Jumlah plastik impor itu jelas dan tercatat, tiap tahunnya bisa US$ 2 miliar dengan bobot 800.000 ton," urainya. Dengan jumlah nomor hs 115, kata Fajar, pemerintah bisa mengawasi keberadaan barang tersebut.
"Karena pengawasan barang beredar itu perlu. Pemangku kebijakan juga perlu turun ke bawah lihat lapangan," urai Fajar. Meski jumlah impor masih kalah dibandingkan dalam negeri yang tiap tahun bisa mencapai 5,6 juta ton, namun secara nilai harga plastik impor bisa mencapai US$ 2,5 per kilogram sedangkan lokal hanya US$ 1,6 per kilogramnya.
Kalau cukai tetap kukuh dilaksanakan, Fajar khawatir pelaku usaha cenderung menurunkan kapasitasnya karena beban yang ditanggung bertambah. Dengan diturunkan kapasitas akan berpengaruh pada jumlah tenaga kerja sektor industri ini. "Terhitung saat ini ada 600.000 tenaga kerja yang berada pada industri ini," katanya.
Inaplas berharap pemerintah bisa menerapkan solusi yang holistik dan parsial. Karena komponen sektor industri ini beragam dan bisa ada multiflier effect. "Produksi plastik disini kan tidak 100% murni, melibatkan recycle juga. Itu perlu tangan-tangan pemulung," contoh Fajar.
Kalau memang mau kurangi limbah plastik, pemerintah harus memperbaiki manajemen pengelolaan sampah. Ia membandingkan konsumsi plastik Indonesia per kapita masih lebih rendah dibandingkan negara maju lainnya. "Disini hanya 21 kilogram per kapita, sedangkan Singapura bisa 50 kilogram dan Jepang di atas 60 kilogram per kapitanya," tukasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News