Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif mengakui, belum lama ini pihaknya bertemu dengan satu perusahaan asal Amerika membicarakan tentang minat Indonesia terhadap nuklir dengan menggunakan reaktor modular kecil (small modular reactor/SMR).
“Soal pembangkit nuklir kemarin kami bertemu satu perusahaan Amerika yang satu-satunya dapat sertifikasi dari pemerintah Amerika. Mereka lagi membangun dua small modular reactor di Amerika dan Romania,” jelasnya saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (17/3).
Arifin memaparkan, setelah dua rekator nuklir tersebut beroperasi komersial di Amerika dan Romania pada 2029, pemerintah Indonesia akan melihat terlebih dahulu aspek keamanannya.
Baca Juga: Indonesia-Amerika Serikat Teken Kerjasama Energi Bersih
“Jika SMR ini sudah proven safe kita akan lihat dulu. Kalau sudah aman dan dikaji kembali, baru kami pikirkan. Ini kan ada modul-modulnya,” terangnya.
Arifin menilai, reaktor nuklir ini diklaim menghasilkan listrik dengan biaya yang dapat bersaing dengan pembangkit lainnya. “Bisa bersaing satu digit, ini kan menarik untuk kita.” tandasnya.
Melansir laman resmi Kedutaan Besar dan Konsulat AS di Indonesia, Amerika Serikat dan Indonesia menjalin kemitraan strategis untuk membantu Indonesia mengembangkan program energi bersih nuklir guna mendukung minat Indonesia dalam menggunakan teknologi small modular reactor.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Duta Besar AS untuk Indonesia Sung Y. Kim, dan Wakil Asisten Utama Menlu AS, Ann Ganzer, dan Badan Perdagangan dan Pembangunan AS (USTDA) secara resmi mengumumkan Memorandum of Agreement dan hibah afiliasi, serta penandatanganan kontrak sebagai hasil akhir di bawah Kemitraan untuk Infrastruktur dan Investasi Global (Partnership for Global Infrastructure and Investment/PGII).
Baca Juga: Kapal Selam Nuklir Terbaru Rusia Bertolak ke Samudra Arktik
Perjanjian tersebut memajukan tujuan Kemitraan Transisi Energi yang Adil (Just Energy Transition Partnership/JETP).
Di bawah perjanjian ini, Badan Perdagangan dan Pembangunan AS telah memberikan hibah kepada PLN Indonesia Power untuk membantu menilai kelayakan teknis dan ekonomi pembangkit listrik tenaga nuklir yang diusulkan, yang berlokasi di Kalimantan Barat.
Hal ini akan mencakup rencana pemilihan lokasi, rancangan pembangkit listrik dan sistem interkoneksi, penilaian dampak lingkungan dan sosial awal, penilaian risiko, perkiraan biaya, dan tinjauan peraturan.
Selain itu, kerja sama ini akan mencakup pendanaan baru sejumlah US$ 1 juta untuk pembangunan kapasitas bagi Indonesia berdasarkan kemitraan yang sudah berjalan di bawah Program Infrastruktur Dasar Departemen Luar Negeri AS untuk Penggunaan Teknologi SMR yang Bertanggung Jawab (FIRST).
Hal ini mencakup dukungan di berbagai bidang seperti pengembangan tenaga kerja, keterlibatan pemangku kepentingan, regulasi, dan perizinan.
Baca Juga: Seberapa Dekatkah Indonesia Hingga Bisa Gunakan Pembangkit Nuklir?
Indonesia Power memilih NuScale Power OVS, LLC (NuScale) yang berbasis di Oregon untuk melakukan pendampingan dalam kemitraan dengan anak perusahaan Fluor Corporation yang berbasis di Texas dan JGC Corporation di Jepang. Fasilitas dengan 462 megawatt yang diusulkan akan memanfaatkan teknologi SMR NuScale.
Teknologi SMR ini diklaim menyediakan daya yang andal selama 24 jam, melengkapi sumber energi bersih lainnya, memiliki lahan yang fleksibel, dan menggunakan tapak tanah yang kecil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News