Reporter: Herlina KD | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Konsumsi minyak goreng nasional meningkat sekitar 1,5% tiap tahun. Sayangnya, hingga saat ini masyarakat masih lebih banyak mengonsumsi minyak goreng curah ketimbang minyak goreng kemasan.
Wakil Menteri Pertanian Bayu Krishnamurti mengungkapkan, saat ini seharusnya bukan masanya lagi bagi Indonesia untuk mengonsumsi minyak goreng curah. "Sebab, dari sisi kesehatan minyak goreng curah tidak higienis dan kualitasnya tidak terjamin," katanya Kamis (24/3).
Menurutnya, saat ini konsumsi CPO untuk produksi minyak goreng sekitar 4,5 juta ton. Sementara itu, dari total minyak goreng yang beredar masih ada lebih dari 30% yang bentuknya minyak goreng curah.
Ketua Umum Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia Sahat Sinaga mengungkapkan, tahun ini total kebutuhan minyak goreng nasional sekitar 3,4 juta ton, atau hanya sekitar 17,5% dari total yang dipasarkan melalui pasar ritel modern.
Sebanyak 18% disalurkan ke industri seperti hotel, restoran, katering dan industri mi. "Sedangkan sisanya sekitar 2,086 juta ton dijual dalam bentuk curah," katanya.
Untuk bisa mengonversi penggunaan minyak goreng curah ke minyak goreng kemasan, setidaknya pemerintah perlu membuat moratorium yang mewajibkan penggunaan minyak goreng kemasan. Ini dilakukan agar investor mau melakukan investasi.
Sebab, untuk mengemas minyak goreng curah ini, setidaknya Indonesia membutuhkan sekitar 780 unit packing line alias unit pengemasan. "Saran GIMNI, unit pengemasan ini sebanyak 50% dilakukan oleh produsen, sedangkan sebagian lagi dilakukan oleh UMKM," katanya.
Untuk membangun setiap unit pengemasan ini, setidaknya dibutuhkan investasi sekitar Rp 1,4 miliar meliputi gudang dan tangki produksi. Setiap unit pengemasan ini bisa mengemas sekitar 2.500 ton - 3.000 ton minyak goreng.
Pemerintah memang telah memiliki program minyak goreng kemasan murah dengan merek MinyaKita. Tapi, hingga saat ini baru ada sekitar 24 perusahaan yang memiliki izin untuk memproduksi minyak kemasan murah MinyaKita. "Kapasitas dari 24 perusahaan ini sekitar 73.000 ton," kata Sahat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News