Sumber: BBC Indonesia | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Pemerintah Indonesia secara resmi menghentikan impor produk unggas dari Australia, seiring dengan merebaknya kasus flu burung jenis H7N7.
Kementerian Pertanian mengatakan, penghentian impor ini tidak terkait dengan kasus kematian ribuan itik di sejumlah wilayah Indonesia akibat virus H5N1 jenis baru yang ditemukan pada akhir November lalu.
Dirjen Peternakan Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro menjelaskan, penghentian impor dari Australia dilakukan untuk mencegah bertambahnya jenis virus flu burung di Indonesia.
"Di Australia kami mendengar virus burung jenis H7N7 muncul sejak 9 November, nah Indonesia meski pernah mengalami kasus flu burung tapi jenisnya H5N1, dan perbedaan ini yang mengkhawatirkan Indonesia," kata Syukur Iwantoro kepada Wartawan BBC Indonesia, Andreas Nugroho.
Menurut Syukur selama ini Indonesia mengimpor produk turunan unggas seperti tepung tulang, tepung kulit serta tepung darah dalam jumlah kecil. "Produk yang dikapalkan setelah 9 November tidak boleh masuk ke Indonesia."
Masih diselidiki
Langkah ini menurutnya tidak akan mengganggu industri yang memanfaatkan daging unggas di Indonesia. "Kita bisa mengalihkan impornya ke New Zealand (Selandia Baru), AS dan Kanada," jelasnya.
Indonesia selama ini memang tidak pernah mengimpor unggas hidup dari Australia. Terkait kematian ribuan itik di sejumlah daerah, Syukur mengatakan Kementerian Pertanian masih terus menyelidiki penyebabnya.
"Para ahli saat ini masih meneliti apakah virus H5N1 jenis 2.3 muncul karena infiltrasi dari luar atau mutasi gen," tegasnya.
Kementerian Pertanian menurut dia belum memutuskan untuk menghentikan impor unggas dari negara lain.
Varian baru
Sebelumnya, seorang peneliti virus flu burung di Surabaya, CA Nidom mengatakan, kemunculan varian baru dari virus flu burung diperkirakan mempunyai dampak yang lebih berbahaya dari virus sebelumnya.
"Saya kasih gambaran, selama ini akibat virus burung yang asli Indonesia terhadap bebek dan burung tidak terlalu ganas jadi tingkat kematian terhadap mereka tidak tinggi. Bebek dan puyuh kan selama ini sifatnya sebagai penyebar dan bebeknya tidak mati tapi yang sekarang bebeknya mati," kata Nidom.
"Ini kan berarti lebih ganas dan model penularannya bebek dan puyuh dekat dengan manusia," kata Nidom menduga.
Menurut Nidom, virus H5N1 varian 2.3 selama ini banyak beredar di sejumlah negara kawasan Asia Selatan seperti Inda, Bangladesh, Pakistan dan sebagian dari Asia Timur.
Sementara itu, kelompok peternak ungas lokal telah meminta pemerintah menghentikan impor itik dari China yang dicurigai sebagai sumber penularan virus itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News