kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Indonesia Ingin Jadi Pusat Carbon Storage, Pertamina Sebut Butuh Dukungan Regulasi


Kamis, 22 Juni 2023 / 15:05 WIB
Indonesia Ingin Jadi Pusat Carbon Storage, Pertamina Sebut Butuh Dukungan Regulasi
ILUSTRASI. Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati bersiap mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina optimistis Indonesia bisa menjadi pusat (hub) penyimpanan emisi karbon (carbon storage) di Regional lantaran memiliki potensi yang sangat besar.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan, dari sektor migas tidak cukup hanya menurunkan emisi karbon dari produksi internal saja, tetapi juga harus melakukan carbon negative dengan Carbon Capture Storage (CCS).

“Kita punya giant storage dan ini luar biasa karena Indonesia kalau menurut kajian awal itu potensinya lebih dari 400 giga ton Co2 storage. Ini bisa menjadi regional hub untuk Co2,” jelasnya, Kamis (22/6).

Nicke yakin, pelaksanaan carbon storage ini akan memberikan dampak besar bagi Pertamina dan negara ketika pasar karbon sudah mulai berjalan.

Baca Juga: Pertamina Berupaya Perbanyak Sumber Bioetanol untuk Kembangkan Bahan Bakar Nabati

Senior Vice President Research & Technology Innovation Pertamina Oki Muraza menjelaskan, setidaknya ada 4 hal yang dibutuhkan dalam pengembangan carbon storage yakni infrastruktur, investasi, teknologi, dan regulasi.

Dari sisi infrastruktur, bagaimana bisa menaikkan level kemurnian karbon dioksida di atas 98% supaya aman diinjeksikan ke perut bumi.

Kemudian dari segi investasi, tentu infrastruktur berupa sumur dan pipa khusus untuk menghindari korosi membutuhkan dana yang besar.

Adapun dari sisi teknologi, Pertamina bersama dengan partner sebagai pihak yang akan terus mengembangkan teknologi CCS yang semakin canggih juga harus memikirkan biaya keekonomian dari teknologi tersebut.

“Yang baru, kita bisa simulasikan injeksi dari sumur itu ke bawah lagi, saline formation kita butuh perangkatnya, regulatory framework yang saat ini berjalan di pemerintah. Regulasi itu sedang berjalan,” ungkap Oki.

Dari sisi regulasi, sejatinya pemerintah sudah merilis Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 3 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi.

Oki menilai, kebijakan ini sudah sudah sangat membantu untuk implementasi CCS di sektor minyak dan gas bumi.  “Namun saat ini ada beberapa hal lagi bukan di sektor migas,” terangnya.

Baca Juga: Pertamina Akan Melakukan Market Trial Bensin Berkadar Oktan RON 95

Berdasarkan catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), saat ini terdapat 15 proyek CCS/CCUS di Indonesia yang masih tahap studi dan persiapan. Sebagian besar ditargetkan beroperasi sebelum 2030.

Adapun terdapat 15 proyek tersebut yakni, Arun (CCS), Gemah (CCUS/EOR), Ramba (CCUS/EOR), Jatibarang (CCUS, CO2, EOR), Central Sumatera Basin (CCS/CCUS Hub), Sakakemang (CCS), Gandih (CCUS/EOR), RU V Balikpapan (CCU.Methanol), Kutai Basin (CCS/CCUS Hub), Sunda Asri Basin (CCS/CCUS Hub), Sukowati (CCUS EOR), East Kalimantan (CCS?CCUS Study), Blue (Ammonia, CCS), Abadi (CCS/CCUS) dan Lapangang Tangguh (CCUS/EOR).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×