Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Energi nuklir melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) diprediksi bisa menyumbang 18 gigawatt (GW) dari target 75 GW tambahan energi listrik dari sektor Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam jangka waktu 15 tahun kedepan.
Sebelumnya, dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB/Conference of the Parties (COP) ke-29, utusan khusus Indonesia yang sekaligus adik Presiden Prabowo, Hashim S Djojohadikusumo mengatakan Indonesia akan meningkatkan energi listrik sebesar 100 GW. Dengan komposisi sebanyak 75% atau 75 GW berasal dari energi terbarukan.
Anggota pemangku kepentingan Dewan Energi Nasional (DEN) Agus Puji Prasetyono mengatakan, Indonesia tidak bisa bergantung pada sumber energi listik yang berasal dari energi terbarukan yang sudah existing, sehingga harus dikembangkan energi baru, salah satunya nuklir.
Baca Juga: PLN Siapkan Carbon Capture & Storage, Tekan Emisi Pembangkitan hingga 19 GW
"Sumber energi dari nuklir menjadi penting mengingat terbatasnya energi terbarukan. Karena energi terbarukan itu maksimal di 860 Terawatt per hour (TWh). Padahal tahun 2045 kita perlu 1.700 Terawatt per hour (TWh)," katanya saat ditemui usai acara Anugerah DEN 2024, di Jakarta, Selasa (10/12).
Meski begitu, Agus mengatakan, bukan berarti Indonesia meninggalkan energi terbarukan dan fokus pada energi baru. Target 75 GW tersebut harus diakumulasikan dari keduanya.
"Kalau tahun 2045 nuklir bisa sumbang 18 GW. Selain itu harus ada energi air, biotermal, dan energi terbarukan lainnya," katanya.
Meski begitu, Agus mengingatkan agar pemerintah juga bisa menjamin terserapnya tambahan energi dari PLTN, dengan memaksimalkan industri penunjang di hilir.
"Jadi jangan sampai energi kita dorong sampai nanti PLN bilang surplus.Tapi harus ada industri yang bisa menangkap atau industri yang lahap energi, seperti pabrik semen, pabrik petrokimia, kemudian pabrik pupuk," tambahnya.
Adapun terkait road map pembangunan PLTN, DEN ungkap Agus telah memetakan 29 daerah potensial di Indonesia. Sementara yang akan menjadi prioritas adalah potensi di kawasan Kalimantan Barat (Kalbar).
"Satu adalah harus bebas dari tsunami. Dua adalah jauh dari volcano (gunung berapi). Tiga adalah jauh dari sesar atau patahan," tambahnya.
Selain mempertimbangkan hal tersebut, Agus mengatakan pihaknya juga mengejar kedekatan dengan kawasan industri yang butuh energi besar, salah satunya industri smelter.
Baca Juga: Menteri Bahlil Targetkan Pembangkit Nuklir Beroperasi 2032, PLN: Masih Perencanaan
"Kalimantan Barat yang pertama kali prioritas, lalu Bangka Belitung, Sulawesi Tenggara, dan Halmahera, Maluku Utara," ungkapnya
Pembiayaan PLTN dan PLN Sebagai Pengelola Tunggal
Ambisi pemerintah untuk mengembangkan energi nuklir diakui Agus masih terkendala dengan pembiayaan. Meski begitu, pengembangan ini diusahakan tetap tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Kita berusaha untuk tidak memakai APBN, bisa kan do it on operate, kemudian ada Build Operate Transfer (BOT), atau mungkin IPC plus finance dari negara-negara tersebut (yang akan berinvestasi)," jelasnya.
Selain itu, Agus bilang nantinya energi listrik yang dihasilkan dari nuklir seluruhnya akan dikelola PT PLN sebagai pengelola tunggal.
"Posisi PLN, ya tetap, dia kan pengelola tunggal dengan energi nuklir. Kita hanya mendorong dari sisi bauran energi," tutupnya.
Sebagai catatan, penggunaan energi nuklir saat ini tengah diatur dalam RPP Kebijakan Energi Nasional (KEN) sebagai pengganti PP Nomor 79 Tahun 2014. Dalam RPP tersebut, PLTN tidak lagi menjadi opsi terakhir dalam sumber energi nasional, melainkan masuk menjadi salah satu opsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News