kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri baja sarankan pemerintah ikuti standar ISRI soal kriteria limbah non-B3


Minggu, 12 Januari 2020 / 21:54 WIB
Industri baja sarankan pemerintah ikuti standar ISRI soal kriteria limbah non-B3


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto

Sementara itu, sebagian besar dari angka tersebut masih dipasok secara impor. Angka ini juga belum mencerminkan kebutuhan limbah non B3 logam lainnya seperti; skrap nikel, skrap aluminium, dan sebagainya yang juga dibutuhkan oleh pelaku industri baja sebagai bahan baku pelapis pada produk Coated Sheet seperti misalnya baja lapis seng, baja lapis galvalum, dan lain-lain.

“Pasokan skrap lokal masih sedikit dan terpencar,” ujar Yerry. Oleh karenanya, ia menyarankan kriteria limbah non B3 yang diatur sebaiknya mengacu kepada standar internasional The Institute of Scrap Recycling Industries (ISRI).

Sementara itu, dampak yang demikian tampaknya kurang begitu dirasakan di sektor hilir. Pelaku industri baja di sektor hilir seperti PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk alias Spindo misalnya, sama sekali tidak menggunakan limbah non B3 logam sebagai bahan baku.

Baca Juga: Regulasi impor limbah non-B3 rancu, industri kertas tertekan

Sebaliknya, emiten baja yang memiliki kode saham ISSP ini bergantung pada pasokan bahan baku produk-produk baja seperti misalnya hot rolled coil (HRC) dan Cold Rolled Coil (CRC).

Adapun angka kebutuhan dari bahan-bahan baku tersebut mencapai 350.000 ton tiap tahunnya. “Kebutuhan ini dipasok oleh pemasok lokal dan impor,” Investor Relations ISSP Johannes Edward  kepada Kontan.co.id.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×