Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengusaha perikanan budidaya mengkhawatirkan penataan Keramba Jaring Apung (KJA) semrawut dan penutupan KJA akan menggerus industri perikanan dalam negeri. Padahal nilai perekonomian industri ini sangat besar. Bila penataan dan limbah menjadi masalah, pengusaha mengklaim siap berkomitmen memperbaiki penataan tersebut.
Budhi Wibowo, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) menyampaikan, pihaknya prihatin pada langkah pemerintah daerah yang ingin memperkecil jumlah KJA, bahkan hingga upaya untuk menghapuskan KJA pada wilayah-wilayah tertentu. "Penetapan waduk Jati Luhur sebagai zero keramba dan rencana pengurangan KJA di danau Toba menjadi hanya 10.000 ton per tahun merupakan contoh ketidakberpihakan terhadap perikanan budidaya pada perairan umum," katanya kepada Kontan.co.id, Selasa (30/10).
Asal tahu, sejak tahun lalu satuan tugas dari pemerintah daerah Jawa Barat telah menata dan mengurangi lebih dari 2.500 KJA di waduk Jati Luhur. Saat ini tersisa 31.731 petak KJA dengan konsumsi pakan hatian 211,5 ton per hari, atau 77.212 ton per tahun.
Kemudian, pada semester I-2018 terjadi kematian massal ikan di Danau Toba yang disinyalir disebabkan oleh penumpukan limbah KJA berlebihan. Penumpukan ini disebabkan oleh rendahnya jarak KJA dengan dasar danau.
Tak hanya itu, KKP menyatakan terdapat indikasi produksi ikan budidaya di danau Toba telah mencapai batas maksimal di 80.000 ton. Padahal, menurut rekomendasi BRSDM, daya dukung produksi danau Toba sebaiknya di kisaran 45.000 ton- 65.000 ton.
Oleh karena itu, KKP mengeluarkan rekomendasi penataan KJA. Bahkan menurut Budhi, pemda Sumatra Utara meminta pengurangan KJA danau Toba menjadi hanya 10.000 ton per tahun.
Padahal, dalam perhitungan Budhi, perikanan budidaya KJA pada danau Toba diperkirakan mempunyai nilai perputaran ekonomi lebih dari Rp 1,5 triliun per tahun. Sedangkan perikanan budidaya KJA pada aliran sungai Citarum yang memiliki 3 waduk, memiliki nilai perputaran ekonomi lebih dari Rp 2 triliun per tahun.
Tak hanya itu, dari aliran sungai citarum produksi diperkirakan mencapai 100.000 ton per tahun. "Kalau KJA dimatikan gantinya apa yang dikonsumsi masyarakat Jawa Barat untuk sumber makanan dan sumber gizi?" kata Budhi.
Oleh karena itu, pihaknya meminta pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk meninjau ulang peraturan pembatasanan penghapusan KJA serta melakukan dialog dengan pembudidaya KJA.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News