Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Ketergantungan industri farmasi terhadap bahan baku impor sungguh besar. Kendrariadi Suhanda, Ketua Umum Pharma Materials Management Club (PMMC) dan Wakil Sekjen Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi Indonesia mengatakan produk bahan baku impor untuk industri farmasi di Indonesia mencapai sebesar 90%-95%.
Tak heran, jika kondisi industri farmasi sangat terpengaruhi nilai tukar rupiah. Misal kondisi rupiah yang tengah melemah di hadapan dollar Amerika Serikat (AS) saat ini, industri farmasi paling terasa dampaknya.
Untuk itu, industri farmasi harus terus mencari terus produsen bahan baku yang memiliki kualitas baik dan harganya bisa ditekan. "Dengan begitu, bisnis kami bisa dipertahankan,"ujar Kendrariadi pada Kamis (26/3).
Ketergantungan industri farmasi Indonesia terhadap bahan baku impor memang sulit dicegah biarpun industri farmasi Indonesia sudah menjadi negara tiga besar yang menguasai pasar Asean.
Menurut Kendrariadi, Indonesia memiliki kemampuan untuk menjadi produsen bahan baku, tapi pasarnya terbatas karena pasar baha baku global sudah dikuasai oleh Cina dan India. Faktor lainnya adalah Indonesia tidak memiliki sumber dan teknologi kimia dasar yang merupakan faktor utama untuk menjadi produsen bahan baku farmasi.
"Market Indonesia hanya US$ 6 miliar atau setara dengan 0,3-0,4% dari market global yang mencapai penjualan sekitar US$ 900 miliar per tahun. Tidak akan bisa menjadi seefisien pasar China dalam memproduksi bahan bakunya,"katanya.
Untuk itu, Kendrariadi bilang, pemerintah Indonesia harus mampu mengundang investor produsen obat untuk berinvestasi di Indonesia. "Jadi kalau kita tidak bisa jadi lawan, maka kita jadi kawan. Undang investor ke Indonesia untuk masuk dan menjual bahan bakunya tidak hanya untuk market Indonesia, tetapi juga market luar negeri,"ujar Kendrariadi.
Vincent Harijanto, Ketua Komite Pengembangan Usaha Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia menambahkan sejak dua tahun lalu sudah ada investor dari China dan India yang berminat untuk melakukan investasi pabrik di Indonesia. Namun rencana tersebut tidak terlaksana karena tidak adanya dukungan dari pemerintah seperti kemudahan memperoleh izin investasi di Indonesia.
Untuk berinvestasi membangun pabrik bahan baku di Indonesia diperlukan dana investasi mencapai Rp 70 triliun. Solusinya adalah berpartner dengan investor asing untuk masuk. Untuk itu, kami meminta pemerintah untuk memberikan insentif,"kata Vincent.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News