kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 15.875   5,00   0,03%
  • IDX 7.314   118,54   1,65%
  • KOMPAS100 1.121   16,95   1,53%
  • LQ45 892   14,50   1,65%
  • ISSI 223   2,40   1,09%
  • IDX30 459   10,01   2,23%
  • IDXHIDIV20 553   13,38   2,48%
  • IDX80 129   1,38   1,09%
  • IDXV30 137   2,73   2,03%
  • IDXQ30 152   3,22   2,16%

Industri hulu plastik belum 100% menikmati harga gas baru


Selasa, 04 Agustus 2020 / 22:10 WIB
Industri hulu plastik belum 100% menikmati harga gas baru
ILUSTRASI. Kementerian Perindustrian menyambut baik pemberlakuan harga gas industri di level 6 dollar AS per juta metrik british thermal unit (MMBTU).


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Industri hulu plastik akhirnya mendapatkan harga gas yang terjangkau setelah implementasi Keputusan Menteri (Kepmen) Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM) 89K/2020 yang memberlakukan kebijakan harga gas US$ 6 per Million British Thermal Unit (MMBTU). Sayangnya belum 100% harga baru tersebut diterapkan.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik (Inaplas), Fajar Budiyono mengatakan industri petrokimia yang merupakan sektor hulu plastik saat ini mendapatkan pasokan gas dari PGN, Pertagas dan Swasta.

Baca Juga: SKK Migas: Peminat produk LNG Masela sudah tembus 50%

"Hampir 60%-70% disuplai dari Perusahaan Gas Negara (PGN)," ujarnya kepada KONTAN, Selasa (4/8).

Namun sekitar 20% didapat dari pihak swasta, yang mana belum ada kepastian menggunakan harga baru US$ 6 per MMBTU. Selain itu, harga gas baru hanya berlaku untuk Perjanjian Jual Beli Gas (PJGB) baru yang secara kebutuhan volume merunut pada kontrak sebelumnya.

Hal ini menghambat pelaku industri yang berencana menambah volume produksi di semester kedua tahun ini. Tapi Fajar tak menampik dengan implementasi penurunan harga gas ini akan menciptakan competitiveness terhadap produk petrokimia Indonesia.

Baca Juga: Kinerja mentereng, Pupuk Indonesia setor pajak dan dividen Rp 8,17 triliun di 2019

Sedangkan dari segi margin belum tentu, sebab industri juga menghadapi beban energi listrik yang tidak murah. Rincian komponen biaya produksi petrokimia meliputi 70% dari bahan baku dan sisanya ialah biaya energi baik listrik maupun gas.

"Listrik masih mahal, kalau bisa reduce tentu makin meningkatkan daya saing ekspor," kata Fajar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×