kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.351.000   3.000   0,13%
  • USD/IDR 16.747   21,00   0,13%
  • IDX 8.417   46,45   0,55%
  • KOMPAS100 1.166   6,42   0,55%
  • LQ45 850   5,80   0,69%
  • ISSI 294   1,08   0,37%
  • IDX30 445   1,55   0,35%
  • IDXHIDIV20 514   5,58   1,10%
  • IDX80 131   0,59   0,45%
  • IDXV30 137   0,45   0,33%
  • IDXQ30 142   1,41   1,00%

Industri Ingatkan Produksi Terganggu, Jika Penghentian Impor Garam Tak Berbasis Data


Senin, 17 November 2025 / 19:35 WIB
Industri Ingatkan Produksi Terganggu, Jika Penghentian Impor Garam Tak Berbasis Data
ILUSTRASI. Wilayah Palu, Sulawesi Tengah, yang dikelilingi pantai membuat sebagian besar masyarakat di sini berprofesi sebagai petani garam. Rencana pemerintah menghentikan impor garam mulai 2025 hingga 2027 menuai perhatian kalangan industri. KONTAN/Tri Sulistiowati


Reporter: Leni Wandira | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemerintah menghentikan impor garam mulai 2025 hingga 2027 menuai perhatian kalangan industri. 

Wakil Ketua Umum Koordinator Kadin Indonesia, Erwin Aksa, menegaskan bahwa kebijakan tersebut hanya dapat diterapkan jika kesiapan pasokan nasional benar-benar dipastikan, terutama untuk kebutuhan industri yang sangat spesifik dari sisi kualitas.

Menurut Kadin, perbedaan antara garam konsumsi dan garam industri perlu menjadi titik awal analisis. Garam industri berfungsi sebagai bahan baku dan bahan penolong dalam proses manufaktur, sehingga mensyaratkan kemurnian tinggi 97–99% NaCl dan kadar air sangat rendah. 

Meski produksi garam nasional naik menjadi sekitar 2,04 juta ton pada 2024, belum ada pemisahan data mengenai volume yang memenuhi standar industri.

“Kita tahu gap-nya masih besar, baik volume maupun kualitas. Kebutuhan nasional hampir 5 juta ton, dan lebih dari 3 juta ton dipakai industri. Jadi suplai lokal belum bisa dianggap siap menggantikan impor sepenuhnya,” ujar Erwin kepada Kontan, Senin (17/11/2025).

Baca Juga: Industri Farmasi Wanti-Wanti Dampak Setop Impor Garam

Kadin mencatat sejumlah sektor strategis sangat bergantung pada garam industri, mulai dari makanan-minuman, kimia dasar, petrokimia, pulp & paper, tekstil, farmasi, hingga pengolahan kulit dan detergen.

“Garam industri bukan sekadar bumbu, tapi komponen penting dalam reaksi kimia dan pengawetan bahan. Jika pasokan terganggu atau harganya melonjak, dampaknya bisa berantai — dari produksi, harga barang jadi, sampai daya saing ekspor,” tegasnya.

Sektor padat karya dan berbiaya sensitif seperti makanan-minuman, tekstil, kimia dasar, dan farmasi disebut sebagai kelompok yang paling rentan menghadapi pengetatan pasokan.

Kadin menilai substitusi garam impor tetap memungkinkan, namun tidak bisa dilakukan secara instan. Industri membutuhkan garam berkualitas tinggi yang sulit dicapai lewat penjemuran tradisional.

“Dengan dukungan teknologi pemurnian, investasi gudang, dan sistem logistik yang efisien, ketergantungan impor bisa dikurangi dalam 3–5 tahun. Namun selama transisi, akses garam industri yang terjangkau harus dijamin,” ujarnya.

Baca Juga: Rencana Penghentian Impor Garam Tahun Depan, Indef Ingatkan Kesiapan Pasokan

Erwin juga menyoroti bahwa target penghentian impor garam konsumsi pada 2025 dan garam industri pada 2027 hanya dapat dinilai realistis bila pemerintah memiliki data pasokan rinci. Hingga kini, data produksi nasional sebesar 2,04 juta ton belum dipilah antara kualitas konsumsi dan kualitas industri.

“Tanpa data pemisahan seperti itu, sangat sulit menilai apakah target 2025–2027 realistis. Kadin meminta peta suplai-demand yang jelas agar kebijakan tidak menimbulkan risiko ke industri,” katanya.

Kadin meminta pemerintah membedakan secara tegas garam konsumsi dan garam industri dalam perumusan kebijakan. Untuk kebutuhan industri, pemerintah diminta menjamin akses bahan baku yang pasti, berkualitas, dan terjangkau — baik melalui kuota impor yang terukur, skema buffer stock, maupun insentif bagi industri pemurnian lokal.

“Jangan sampai kebijakan untuk membangun kemandirian garam justru menghambat produksi nasional atau mendorong kenaikan harga barang jadi,” tambah Erwin.

Kadin menegaskan dukungannya terhadap penguatan produksi garam nasional, namun mengingatkan bahwa kebijakan penghentian impor harus berbasis data dan dilakukan bertahap.

“Industri membutuhkan pasokan yang pasti, berkualitas, dan terjangkau. Kuncinya adalah transisi yang berbasis data dan tidak mengganggu produksi nasional,” tutup Erwin.

Selanjutnya: XPeng Prediksi Pendapatan Kuartal IV Melemah di Tengah Perang Harga EV China

Menarik Dibaca: Panorama Jalur Jakarta-Bandung jadi Daya Tarik, Pelanggan KA Parahyangan Naik 41,75%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×