kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.348.000   -50.000   -2,09%
  • USD/IDR 16.726   -19,00   -0,11%
  • IDX 8.370   -1,56   -0,02%
  • KOMPAS100 1.159   1,71   0,15%
  • LQ45 844   2,78   0,33%
  • ISSI 293   0,51   0,17%
  • IDX30 443   1,88   0,43%
  • IDXHIDIV20 509   1,38   0,27%
  • IDX80 131   0,22   0,17%
  • IDXV30 136   -1,02   -0,74%
  • IDXQ30 140   0,57   0,41%

Industri Farmasi Wanti-Wanti Dampak Setop Impor Garam


Minggu, 16 November 2025 / 16:37 WIB
Industri Farmasi Wanti-Wanti Dampak Setop Impor Garam
ILUSTRASI. Petani garam di kawasan Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, menyambut gembira musim panen raya yang datang menjelang Lebaran, Senin (22/9).Kompas/Iwan Setiyawan (SET) 22-09-2008. Rencana penghentian impor garam pada 2025 dinilai berpotensi mengganggu rantai produksi obat nasional. ?


Reporter: Leni Wandira | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana penghentian impor garam pada 2025 dinilai berpotensi mengganggu rantai produksi obat nasional. 

Pasalnya, kebutuhan garam farmasi atau pharmaceutical grade salt hingga kini masih bergantung 100% pada pasokan luar negeri. 

Direktur Eksekutif GP Farmasi Indonesia, Elfiano Rizaldi, menegaskan bahwa produsen garam farmasi lokal belum mampu memenuhi standar volume ataupun kualitas yang dibutuhkan industri.

Elfiano memaparkan bahwa kebutuhan garam farmasi nasional mencapai 5.200 ton per tahun, terutama digunakan untuk memproduksi cairan infus dasar seperti NaCl 0,9% dalam berbagai ukuran hingga Ringer Laktat, serta sejumlah produk farmasi lain yang menggunakan garam sebagai bahan baku maupun eksipien.

Baca Juga: MedcoEnergi (MEDC) Genjot Portofolio Migas dan Energi Bersih di Usia ke-45

“Saat ini, baru satu produsen garam farmasi lokal yang benar-benar bisa digunakan industri, dengan kapasitas hanya 120–360 ton per tahun. Tiga produsen lainnya masih dalam fase uji stabilitas dan registrasi, dan belum dapat dipakai untuk produksi infus maupun produk farmasi lain,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (16/11).

Elfiano menegaskan bahwa opsi penggunaan sumber alternatif tidak bisa dilakukan secara cepat. Penggantian pemasok (change source) harus merujuk pada bahan baku yang memenuhi standar Farmakope Indonesia edisi VI dan telah terdaftar di BPOM.

“Proses validasi, uji stabilitas, dan registrasi membutuhkan waktu 7–8 bulan. Jadi tidak bisa sembarangan mengganti bahan baku ketika suplai terganggu. Ini tentu berdampak pada ketersediaan produk farmasi,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa pengembangan produk ulang dengan garam lokal menimbulkan biaya tambahan yang tidak kecil, mulai dari validasi, uji stabilitas, hingga registrasi tiap SKU. Besarannya berbeda di setiap perusahaan karena bergantung pada formula, ukuran bets, biaya pengujian hingga sumber daya yang dikerahkan.

Selain isu kapasitas, kualitas garam lokal juga masih jauh dari standar garam farmasi. Sebelum melalui proses pemurnian oleh produsen garam farmasi lokal, kualitas bahan bakunya dinilai belum stabil.

“Kadar air, kemurnian, dan tingkat pengotor masih menjadi tantangan. Ini berpengaruh pada proses produksi, yield, serta biaya produksi,” kata Elfiano. Akibatnya, harga garam farmasi lokal saat ini tercatat masih 2–4 kali lebih mahaldibanding bahan baku impor.

Standar kualitas yang paling menantang bagi produsen lokal meliputi kadar NaCl, tingkat kemurnian, dan ukuran partikel — parameter kritis untuk menjamin keamanan produk farmasi.

Dengan meningkatnya biaya produksi akibat penggunaan garam farmasi lokal yang lebih mahal dan belum efisien, Elfiano menilai wajar apabila industri farmasi mempertimbangkan penyesuaian harga.

“Seharusnya ada penyesuaian harga pada produk yang menggunakan garam farmasi lokal,” ujarnya.

Elfiano menegaskan bahwa meski industri mendukung penggunaan bahan baku lokal, implementasinya perlu mempertimbangkan kesiapan kapasitas dan kualitas. Tanpa penyesuaian kebijakan, penghentian impor garam dikhawatirkan justru memicu risiko kekosongan produk esensial seperti cairan infus.

“Intinya, industri farmasi wajib menggunakan bahan baku lokal sesuai aturan. Namun kapasitas garam farmasi lokal belum mencukupi, dan produsen lain masih butuh waktu untuk siap,” tutupnya.

Baca Juga: Porsi DMO Batubara Bakal Naik Lebih dari 25%, Harga US$ 70 per Ton Perlu Dievaluasi?

Selanjutnya: Laba BCA Oktober 2025 Capai Rp48,26 T, Ini Pemicu Kenaikannya

Menarik Dibaca: Apakah Timun Bisa Menurunkan Kolesterol Tinggi atau Tidak? Ini Jawabannya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×