kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri LNG terpuruk, SKK Migas: Butuh renegosiasi kontrak dan insentif


Minggu, 05 Juli 2020 / 20:15 WIB
Industri LNG terpuruk, SKK Migas: Butuh renegosiasi kontrak dan insentif
ILUSTRASI. Kapal LNG. REUTERS/Issei Kato/File Photo


Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dampak pandemi Covid-19 tak hanya menghantam industri minyak namun juga gas bumi khususnya Liquefied Natural Gas (LNG).

Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno mengamini efek yang terasa pada industri LNG. Serapan yang rendah membuat kondisi kelebihan pasokan terjadi. "Bisnis LNG sangat terdampak karena over supply yang disebabkan demand yang turun," terang Julius kepada Kontan.co.id, Minggu (5/7).

Baca Juga: Investasi migas ambruk, Shell hengkang dari Blok Masela

Tak hanya itu, dampak turunnya serapan membuat lifting migas semester I tahun ini terancam tak optimal. Meski tak merinci, Julius memastikan lifting migas hingga akhir tahun nanti hanya akan mencapai 5.600 Juta Standar Kaki Kubik per Hari (MMscfd) hingga 5.700 MMscfd.

Revisi ini sebelumnya telah disampaikan SKK Migas pada Juni lalu dimana sedianya lifting gas ditargetkan dapat mencapai 6.670 MMscfd sesuai target dalam APBN.

Senada, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dalam diskusi virtual menjelaskan harga LNG sempat mengalami keterpurukan sebagai dampak pandemi Covid-19. "Harga LNG dunia jatuh rendah khususnya Juni di bawah US$ 2 per mmbtu. Sempat naik dikit US$ 2,2 per mmbtu," ujar Dwi, Kamis (2/7).

Disisi lain, Dwi menuturkan berdasarkan analisa yang ada kondisi ini baru akan pulih pada akhir tahun ini. Di tengah kondisi ini, Dwi memastikan pihaknya tengah mengupayakan sejumlah insentif fiskal demi mendukung industri migas tanah air.

Baca Juga: Kangean Energi Indonesia akan operasikan utility boat buatan dalam negeri tahun depan

Dikonfirmasi terpisah, Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief Setiawan Handoko menilai saat ini industri LNG tanah air juga sangat membutuhkan insentif yang tengah diajukan SKK Migas.

Insentif tersebut yakni penghapusan biaya pemanfaatan Kilang LNG Badak sebesar US$ 0,22 per MMMBTU bagi semua WK yang produksi gasnya masuk ke sistem Kalimantan Timur.  "Kalau untuk insentif biaya 0.22/MMBTU mutlak dibutuhkan mengingat harga LNG saat ini sangat rendah," ujar Arief.

Tak hanya insentif, SKK Migas juga memastikan perlu ada upaya renegosiasi kontrak demi menjaga bisnis LNG. Julius memastikan sejumlah pembeli gas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) telah melakukan renegosiasi kontrak. Sayangnya ia enggan merinci lebih jauh.

Adapun, satu upaya alternatif diakui SKK Migas juga dilakukan yakni menjual kargo LNG ke pasar spot. Sayangnya kondisi kelebihan pasokan juga disebut membuat harga di pasar spot ikut turun.

Baca Juga: PGN pangkas biaya proyek pipa ke Blok Rokan sebesar Rp 2,1 triliun

Dalam catatan Kontan.co.id, realisasi produksi gas siap jual atau lifting gas sampai bulan Mei 2020 baru mencapai 79%. 

Asal tahu saja, lifting gas baru mencapai 5.253 million standar cubic feet per day (mmscfd) dari target lifting gas dalam APBN yang mencapai 6.670 mmscfd. Lifting gas pada Mei 2020 ini juga turun 10,45% dibandingkan realisasi lifting pada kuartal I-2020 yang mencapai 5.866 mmscfd.

Dwi Soetjipto menyampaikan, berdasarkan data penjualan bulan Mei 2020, serapan LNG terutama untuk pasar domestik turun tajam menjadi hanya 2 kargo dibandingkan serapan kuartal-2020 yang mencapai 13 kargo.

Baca Juga: SKK Migas Dorong Pemberian Insentif Hulu Migas Bagi Kontraktor

Penurunan serapan kargo di pasar domestik, kata Dwi, akibat ketidakmampuan PLN sebagai pembeli utama LNG dalam negeri untuk menyerap. Maka dari itu. "Mitigasi yang dilakukan adalah menjual kargo untuk pasar ekspor dengan risiko harga yang fluktuatif saat ini," jelas Dwi, Kamis (18/6).

Dwi tak menampik penurunan serapan gas oleh pembeli domestik terutama oleh PLN dan juga sektor industri pada bulan Mei 2020 terimbas kondisi Covid-19. Dimana, banyak pabrik yang mengurangi kegiatan operasinya atau bahkan harus menghentikan produksi sementara. Hal tersebut berdampak terhadap berkurangnya konsumsi energi pada sektor industri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×