Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
Adapun, satu upaya alternatif diakui SKK Migas juga dilakukan yakni menjual kargo LNG ke pasar spot. Sayangnya kondisi kelebihan pasokan juga disebut membuat harga di pasar spot ikut turun.
Baca Juga: PGN pangkas biaya proyek pipa ke Blok Rokan sebesar Rp 2,1 triliun
Dalam catatan Kontan.co.id, realisasi produksi gas siap jual atau lifting gas sampai bulan Mei 2020 baru mencapai 79%.
Asal tahu saja, lifting gas baru mencapai 5.253 million standar cubic feet per day (mmscfd) dari target lifting gas dalam APBN yang mencapai 6.670 mmscfd. Lifting gas pada Mei 2020 ini juga turun 10,45% dibandingkan realisasi lifting pada kuartal I-2020 yang mencapai 5.866 mmscfd.
Dwi Soetjipto menyampaikan, berdasarkan data penjualan bulan Mei 2020, serapan LNG terutama untuk pasar domestik turun tajam menjadi hanya 2 kargo dibandingkan serapan kuartal-2020 yang mencapai 13 kargo.
Baca Juga: SKK Migas Dorong Pemberian Insentif Hulu Migas Bagi Kontraktor
Penurunan serapan kargo di pasar domestik, kata Dwi, akibat ketidakmampuan PLN sebagai pembeli utama LNG dalam negeri untuk menyerap. Maka dari itu. "Mitigasi yang dilakukan adalah menjual kargo untuk pasar ekspor dengan risiko harga yang fluktuatif saat ini," jelas Dwi, Kamis (18/6).
Dwi tak menampik penurunan serapan gas oleh pembeli domestik terutama oleh PLN dan juga sektor industri pada bulan Mei 2020 terimbas kondisi Covid-19. Dimana, banyak pabrik yang mengurangi kegiatan operasinya atau bahkan harus menghentikan produksi sementara. Hal tersebut berdampak terhadap berkurangnya konsumsi energi pada sektor industri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News