Reporter: Filemon Agung | Editor: Pratama Guitarra
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Royal Dutch Shell Plc (Shell) mundur dari Proyek Gas Abadi Blok Masela. Di mana saat ini Inpex Corporation (Inpex) sebagai pemegang saham terbesar blok itu sedang mencari pengganti Shell.
"Iya betul (mundur). Inpex sedang mencari penggantinya," terang Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno kepada Kontan.co.id, Minggu (5/7).
Julius menerangkan, alasan hengkangnya Shell dari Blok Masela dikarenakan kondisi arus kas yang terdampak situasi pandemi covid-19. Shell memutuskan untuk memfokuskan pada proyek-proyek lain yang tengah berlangsung di Indonesia.
Asal tahu saja, Shell memiliki hak partisipasi di Blok Masela sebesar 35% dan 65% oleh Inpex Corporation. Selain itu, Pemerintahan Daerah juga dipastikan bakal menerima jatah 10% hak partisipasi.
Baca Juga: Soal insentif hulu migas, SKK Migas siap realisasikan kebijakan penundaan ASR
"Di beberapa proyek lainnya di negara lain kurang atau tidak berjalan lancar sehingga casflow perusahaan tidak baik. Mereka fokus dulu untuk beberapa proyek yang sudah berjalan," jelas Julius.
Ia melanjutkan, saat ini baik Inpex Corporation dan Shell tengah melanjutkan pembahasan untuk opsi pengambilan hak partisipasi sepenuhnya oleh Inpex. Selain itu, muncul pula opsi pencarian mitra baru oleh Inpex.
Sebelumnya, Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto menyinggung soal kondisi bisnis LNG yang tengah terpuruk memang membuat beberapa perusahaan migas risau soal pelaksanaan proyek. Termasuk untuk Blok Masela.
"Saat ini industri migas menghadapi masalah berat (termasuk) harga LNG. Ada ketakutan project owner seperti Masela eksekusi proyek ke depan," tuturnya beberapa hari lalu.
Baca Juga: Catat, ada peluang sumber migas baru di Blok Singkil dan Blok Meulaboh Aceh
Julius menerangkan, bukan tidak mungkin waktu pelaksanaan proyek akan bertambah. Namun ia memastikan, Inpex telah berkomitmen untuk menyelesaikan proyek tepat waktu. Blok Masela sendiri ditargetkan onstream pada 2027 mendatang.
Kabar hengkangnya Shell dari proyek yang nilai investasinya mencapai US$ 20 miliar itu bukan hal baru. Sebelumnya, pada medio Mei tahun 2019 silam. Kendati demikian, kedua pihak tetap melanjutkan kerjasama pada Proyek Masela.