kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Industri Migas Merasa Terancam oleh UU Lingkungan


Kamis, 25 Februari 2010 / 09:09 WIB
Industri Migas Merasa Terancam oleh UU Lingkungan


Sumber: Kontan | Editor: Test Test

JAKARTA. Pemerintah akan resmi memberlakukan Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup pada 1 April 2010. Meski masih agak lama, para pengusaha industri minyak dan gas (migas) domestik sudah resah.

Direktur Operasi PT Pertamina EP Bagus Sudaryanto menilai, penerapan UU yang diteken Presiden pada 3 Oktober 2009 itu akan menyulitkan para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) melakukan investasi pengeboran minyak. Bahkan, dengan berlakunya UU tersebut, produksi minyak KKKS akan menurun. "UU No. 32 Tahun 2009 akan berdampak terhadap produksi dan pencapaian target produksi 2010," ujar Bagus, (24/2).

Salah satu keberatan pengusaha terhadap UU No. 32 tersebut adalah soal standar baku mutu lingkungan. Aturan ini menegaskan bahwa ambang batas temperatur air buangan pertambangan diturunkan dari 45 derajat Celcius menjadi 40 derajat Celcius. Padahal, untuk menurunkan panas itu perlu alat pendingin, sehingga butuh biaya investasi lebih besar.

Masalahnya, jika tak mematuhi aturan tersebut, Undang-Undang No. 32/2009 itu memberikan ancaman pidana.
Presiden Direktur PT Medco Eksplorasi dan Produksi Medco E&P Budi Basuki menilai, persyaratan baku mutu dalam Undang-Undang tersebut tidak realistis. menurutnya, penerapan baku mutu itu akan menjadikan KKKS tidak kompetitif. "Pemerintah seharusnya lebih realistis lagi untuk menerapkan baku mutu. Persyaratan baku mutu itu lebih tepat di Amerika dan Jepang," kata Budi.

Beleid yang dibuat oleh Kementerian Lingkungan Hidup itu agaknya memang tidak sinkron dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Pasalnya Direktur Jenderal Migas ESDM Evita Herawati Legowo menyayangkan ketatnya aturan dalam UU tersebut, terutama soal standar mutu.

Dia memprediksi, aturan itu akan menyebabkan produksi minyak dan gas tahun ini melorot hingga 40%. "Sehingga target produksi minyak 965.000 barel per hari tidak bisa tercapai," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×