kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.966.000   6.000   0,31%
  • USD/IDR 16.765   92,00   0,55%
  • IDX 6.749   26,11   0,39%
  • KOMPAS100 973   5,13   0,53%
  • LQ45 757   3,47   0,46%
  • ISSI 214   1,25   0,59%
  • IDX30 393   1,62   0,42%
  • IDXHIDIV20 470   -0,32   -0,07%
  • IDX80 110   0,74   0,67%
  • IDXV30 115   -0,27   -0,24%
  • IDXQ30 129   0,23   0,18%

Industri penggemukan sapi terancam kolaps


Minggu, 03 Juli 2011 / 16:40 WIB
Industri penggemukan sapi terancam kolaps
ILUSTRASI. Fitur Baru --- Karyawan Tokopedia beraktivitas disela peluncuran fitur Tokopedia ByMe di Jakarta, Senin (22/4). Fitur ini merekomendasikan produk favorit dari para influencer Indonesia yang tergabung dalam Tokopedia ByMe Icon. Peluncuran fitur ini berasal


Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Kebijakan pemerintah Australia yang menghentikan ekspor sapi bakalan ke Indonesia berpotensi memukul industri penggemukan sapi dalam negeri.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Daging & Feedlot Indonesia (Apfindo), Joni Liano menuturkan, kegiatan bisnis industri penggemukan sapi (feedlot) domestik bisa terhambat bahkan gulung tikar jika Australia bersikeras menghentikan ekspor sapi bakalan ke Indonesia.

Joni bilang, dampak penghentian ekspor ini memang tidak akan langsung terasa dalam waktu dekat. Industri feedlot masih memiliki stok sapi bakalan sebanyak 150.000 ekor, yang merupakan sisa stok dari bulan-bulan sebelumnya. Ini cukup untuk menopang kebutuhan industri feedlot hingga bulan Agustus mendatang.

Dampak penghentian ekspor ini baru akan mulai terasa pada selepas Lebaran atau sekitar bulan September nanti. Pada saat itu, stok sapi bakalan yang dimiliki industri feedlot bakal habis.

Kondisi ini dikhawatirkan akan menghentikan kegiatan usaha industri feedlot di Indonesia. "Ketika stok sapi bakalan habis, otomatis kegiatan kita terhenti," tutur Joni kepada KONTAN, di Jakarta, akhir pekan ini.

Jika kekhawatiran ini nantinya benar-benar terjadi, maka akan menimbulkan dampak sangat besar. Joni bilang, jumlah perusahaan feedlot yang tergabung dalam Apfindo saja mencapai 20 perusahaan dan 4 perusahaan masih berstatus calon anggota. Nilai investasi seluruh perusahaan ini mencapai Rp 1 triliun per tahun.

Perusahaan-perusahaan itu menyerap sekitar 20.000 tenaga kerja langsung yang tersebar di 6 lokasi feedlot yaitu Sumatera Utara, Riau, Lampung, Banten, Jawa Barat dan Jawa Timur. Industri Feedlot juga menyerap sekitar 2 juta tenaga kerja tidak langsung. Mereka kebanyakan bertindak sebagai pemasok pakan sapi bagi industri feedlot. "Jika kondisinya terus seperti ini, maka investasi kita akan hilang dan tenaga kerja sebanyak itu kemungkinan besar akan dirumahkan," keluh Joni.

Selama ini industri feedlot domestik memang sangat ketergantungan pada sapi bakalan Australia. Sapi bakalan Australia menopang sekitar 70%-80% industri feedlot domestik, sementara sisanya ditopang lokal. Joni bilang, sapi bakalan Australia memang punya beberapa kelebihan.

Dari sisi bobot, sapi bakalan Australia memiliki bobot yang seragam berkisar 300-500 kilogram (kg) per ekor. Kontinuitas pasokan sapi dari Australia juga sangat baik. Pasalnya, Negeri Kanguru itu sudah menerapkan mekanisme produksi sapi sehingga bisa memproduksi sapi dalam jumlah banyak sepanjang tahun.

Joni bilang, industri feedlot sebenarnya bersedia menyerap sapi bakalan lokal lebih banyak. Namun, hingga saat ini penyerapan sapi bakalan lokal masih terhambat beberapa masalah terutama bobot yang terlalu beragam. Bobot sapi bakalan lokal sangat bervariasi, ada yang 200 kg per ekor ada pula yang 400 kg per ekor. Hal ini membuat beban produksi industri feedlot tidak efisien, karena harus memberikan perlakukan berbeda pada sapi-sapi yang bobotnya beragam itu.

Di samping itu, sapi-sapi bakalan lokal juga membutuhkan penyesuaian diri yang panjang ketika disatukan dalam satu kandang. Pasalnya, sapi-sapi itu sering berkelahi ketika pertama kali disatukan sehingga bisa membahayakan kondisi tubuhnya. "Biaya produksi kita lebih tinggi," jelas Joni. Alhasil, industri feedlot tidak dapat menyerap sapi bakalan lokal dalam jumlah yang banyak.

Ketua Forum Peternak Sapi Indonesia (FPSI), Bambang Purwohadi mengaku heran dengan pernyataan Joni. Pasalnya, saat ini sapi bakalan lokal sebenarnya sudah memiliki standar yang relatif seragam terutama dari sisi bobot tubuhnya. Menurutnya, berat sapi bakalan lokal juga relatif sama di kisaran 300-350 kg per ekor. "Jika ada yang beratnya berbeda, itu hanya karena faktor genetik saja," kata Bambang.

Membuat RPH lokal

Sementara itu, Menteri Pertanian, Suswono juga mengajak industri feedlot untuk lebih menyerap sapi bakalan lokal. Pasalnya, potensi sapi bakalan lokal di beberapa daerah sangat bagus.

Meski begitu, Suswono mengakui ada beberapa hambatan yang menghadang industri feedlot dalam menyerap sapi lokal terutama ongkos transportasi. Industri feedlot memang terkonsentrasi di daerah Jabodetabek. Di sisi lain, produksi sapi bakalan berada di daerah-daerah lain seperti Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Alhasil, biaya pengiriman sapi bakalan dari daerah itu ke Jabodetabek sangat besar.

Untuk itu, Suswono mengajak industri feedlot untuk membangun lini usaha seperti Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di daerah-daerah itu. Ini dirasa akan menguntungkan karena perusahaan bisa memangkas ongkos transportasi. "Jadi pas dibawa ke Jakarta sudah dalam bentuk daging, bukan berupa sapi yang masih hidup," ungkap Suswono.

Veri Nurhansyah Tragistina

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×