kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.966.000   6.000   0,31%
  • USD/IDR 16.791   69,00   0,41%
  • IDX 6.747   23,86   0,35%
  • KOMPAS100 973   4,71   0,49%
  • LQ45 756   1,94   0,26%
  • ISSI 214   1,53   0,72%
  • IDX30 392   0,58   0,15%
  • IDXHIDIV20 469   -1,18   -0,25%
  • IDX80 110   0,56   0,51%
  • IDXV30 115   -0,19   -0,17%
  • IDXQ30 128   -0,04   -0,03%

Pernah Janji Stop Pembiayaan, China Masih Dukung Proyek PLTU Batubara di Indonesia


Selasa, 29 April 2025 / 09:57 WIB
Pernah Janji Stop Pembiayaan, China Masih Dukung Proyek PLTU Batubara di Indonesia
ILUSTRASI. Perusahaan-perusahaan China masih membangun pembangkit listrik tenaga batubara atau PLTU baru di Indonesia meskipun ada janji tahun 2021 untuk menghentikan pembiayaan proyek batubara di luar negeri.


Sumber: Reuters | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Perusahaan-perusahaan China masih membangun pembangkit listrik tenaga batubara atau PLTU baru di Indonesia meskipun ada janji tahun 2021 untuk menghentikan pembiayaan proyek batubara di luar negeri. Demikian hasil analisis investasi energi di negara-negara BRICS yang dirilis pada Selasa (29/4), seperti dikutip Reuters.

China terlibat dalam pembangunan 7,7 gigawatt pembangkit listrik tenaga batubara baru, sebagian besar merupakan pembangkit yang digunakan untuk menjalankan smelter nikel di Indonesia, kata lembaga think tank AS, Global Energy Monitor.

Blok BRICS didirikan oleh Brasil, Rusia, India, dan China pada tahun 2009 dan sejak itu telah memperluas keanggotaan dan mitranya untuk mencakup sekitar seperempat ekonomi global dan setengah dari emisi karbon dioksida dunia yang menyebabkan pemanasan global.

Baca Juga: China Bangun Lebih Banyak PLTU, Ekspor Batubara RI Berpotensi Melonjak 10%

Sementara penyebaran cepat di Brasil, India, dan China mendorong energi terbarukan menjadi lebih dari setengah dari total bauran listrik blok tersebut tahun lalu, 10 anggota dan mitra terbaru - termasuk Nigeria dan Kazakhstan serta Indonesia - masih bergantung pada bahan bakar fosil untuk memenuhi permintaan energi yang meningkat, seringkali dengan dukungan Tiongkok.

"Ada risiko nyata untuk membawa negara-negara ini ke jalur yang salah dengan berinvestasi di batubara, gas, dan minyak," kata James Norman, manajer proyek untuk Global Integrated Power Tracker GEM.

10 negara tersebut sedang membangun kapasitas batubara, minyak, dan gas sebesar 25 GW, dibandingkan dengan 2,3 GW untuk tenaga surya dan angin, menurut data GEM. Kapasitas 63 GW berbahan bakar gas lainnya sedang dalam pengembangan.

GEM menyebutkan, 62% dari kapasitas pembangkit yang sedang dibangun di 10 negara tersebut bergantung pada badan usaha milik negara Tiongkok untuk pembiayaan, pengadaan, teknik, atau konstruksi. Tiongkok mendukung 88% dari semua pembangkit listrik tenaga batu bara baru yang sedang dibangun.

Kementerian Lingkungan China tidak segera menanggapi permintaan komentar soal ini.

Baca Juga: China Restui Penambahan PLTU Baru hingga 2027, Pengusaha Batubara Ungkap Dampaknya

Presiden Xi Jinping mengatakan pada tahun 2021 bahwa China tidak akan lagi membantu membangun atau membiayai pembangkit listrik tenaga batubara di luar negeri. Namun, setidaknya 26,2 GW pembangkit kapasitas baru yang didukung Tiongkok telah dibangun sejak janji tersebut dibuat, menurut penelitian yang diterbitkan tahun lalu.

Perubahan iklim akan menjadi agenda utama pada pertemuan para pemimpin BRICS di Brasil pada bulan Juni, dengan negara tuan rumah menyerukan China dan negara lain untuk membuat komitmen yang lebih besar untuk mengurangi emisi menjelang KTT iklim COP 30 pada bulan November. 

Selanjutnya: Robert Kiyosaki Peringatkan Masalah Besar yang Mengancam McDonald's

Menarik Dibaca: Rahasia Resep Urap Sayur yang Segar dan Tidak Gampang Basi, Wajib Dicoba

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×