kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Industri pengolahan ikan dan udang bertumbangan


Selasa, 21 Juni 2011 / 19:17 WIB
Industri pengolahan ikan dan udang bertumbangan
ILUSTRASI. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dalam konferensi pers penyerahan data calon penerima subsidi gaji/upah, Selasa (8/9/2020).


Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Di tengah upaya pemerintah meningkatkan nilai tambah produk perikanan, banyak perusahaan pengolahan udang dan ikan justru bertumbangan. Ini terjadi misalnya pada industri pengolahan udang.

Banyak pabrik pengolahan udang di beberapa daerah yang menghentikan operasinya karena kekurangan bahan baku. Thomas Darmawan, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan, Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I), menuturkan pada Mei-Juni ini misalnya ada dua pabrik skala besar di Malang, Jawa Timur dan Makassar, Sulawesi Tenggara berhenti beroperasi.

Penyebabnya, mereka kesulitan mendapatkan pasokan bahan baku udang yang memadai. Thomas menggambarkan, 2 pabrik itu memiliki kapasitas terpasang masing-masing sekitar 500 ton udang per bulan. Pada kenyataannya, pasokan udang dari penambak tidak mampu memenuhi kebutuhan pabrik itu.

Saban bulan, 2 pabrik itu hanya mampu mengolah udang kurang dari 40 ton saja. Di sisi lain, pabrik harus menanggung beban operasional semisal tenaga kerja dan listrik yang cukup besar. Imbasnya, skala produksi 2 pabrik itu menjadi tidak efisien, sehingga kalau diteruskan akan rugi besar.

Penghentian operasi itu juga berimbas panjang terutama kepada para karyawan. Perusahaan di Malang misalnya terpaksa merumahkan sekitar 1.500 karyawannya. Hal yang sama dilakukan perusahaan di Makassar yang merumahkan sekitar 1.000 karyawannya. "Karena berhenti beroperasi, otomatis perusahaan harus merumahkan mereka," kata Thomas, kepada KONTAN, Selasa (22/6).

Tutupnya 2 pabrik itu menambah daftar panjang pabrik pengolahan udang yang berhenti beroperasi. Kata Thomas, jumlah pabrik pengolahan udang pada tahun 2008 masih sebanyak 146 unit. Namun, pada tahun 2009-2010, jumlah itu menyusut 13 unit atau menjadi 133 unit. Dengan tutupnya 2 pabrik itu, maka jumlah perusahaan pengolahan udang hingga pertengahan 2011 ini hanya sebanyak 131 unit.

Masalah minimnya bahan baku memang terus menghantui industri pengolahan udang dalam 3 tahun terakhir. Industri pengolahan sebenarnya mampu menyerap 560.000 ton udang setiap tahun. Sayangnya, produksi udang domestik yang diharapkan mampu menyuplai kebutuhan itu justru terus menurun.

Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), produksi udang tahun 2008 sebanyak 410.000 ton. Namun, setahun berikutnya justru turun menjadi 340.000 ton. Di tahun 2010, jumlah itu turun lagi ke angka 325.000 ton.

Di sisi lain, pengusaha tidak bisa mendapatkan pasokan tambahan dari negara lain karena pemerintah menutup keran impor udang jenis vanamae. Padahal, impor udang merupakan jalan paling logis untuk menutupi kekurangan bahan baku pengolahan. "Pemerintah seharusnya membuka impor udang untuk menjamin pasokan industri pengolahan," kata Thomas.

Seperti ditulis KONTAN akhir tahun lalu, KKP dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) memang telah mengeluarkan beleid penutupan impor udang khususnya untuk jenis vanamae. Alasannya, udang-udang impor itu disinyalir membawa bibit virus yang membahayakan produksi udang lokal.

Kondisi yang sama terjadi pada industri pengalengan tuna. Seperti ditulis KONTAN akhir bulan lalu, jumlah perusahaan pengalengan tuna terus menyusut akibat kekurangan bahan baku. Pada 5 tahun lalu, jumlah perusahaan pengalengan tuna masih sekitar 15 perusahaan. Namun, pada tahun 2010 jumlah itu mengerucut menjadi 12 perusahaan saja. Dari 12 perusahaan itu pun yang masih aktif beroperasi hanya 8 perusahaan saja.

Victor Nikijuluw, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) KKP, mengatakan pihaknya sedang mencermati banyaknya pabrik pengolahan udang dan ikan yang berhenti beroperasi. Ia mengatakan pemerintah menunggu masukan dan keluhan dari pengusaha terkait kondisi pengolahan ikan. "Kalau memang kekurangan bahan baku, harus kita bicarakan solusinya," jelas Victor.

Pemerintah juga membuka kemungkinan untuk mengizinkan impor udang jika ada masukan dari pengusaha. Sayangnya, hingga kini pemerintah mengklaim belum mendapatkan usulan pembukaan impor itu dari pengusaha. "Kita belum mendapatkan proposal penghentian larangan impor itu," kata Victor.

Kementerian Perdagangan sebagai regulator ekspor-impor juga menunggu rekomendasi dari pengusaha dan KKP. Wakil Menteri Perdagangan, Mahendra Siregar, mengatakan pihaknya belum bisa membicarakan pembukaan impor udang karena belum ada rekomendasi dari KKP. "Itu harus dibicarakan terlebih dahulu dengan KKP, terutama terkait pertimbangan teknisnya," tutur Mahendra.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×