kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Saling tuding masih mewarnai kisruh tambak Aruna


Senin, 06 Juni 2011 / 08:50 WIB
Saling tuding masih mewarnai kisruh tambak Aruna
ILUSTRASI. Sepeda lipat Police Bike to work


Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Sudah sekitar satu bulan, tambak-tambak Aruna belum menikmati aliran listrik. Padahal, bila konflik antara para petambak dan manajemen Aruna tersebut tidak kunjung menemukan solusi, dampak bagi petambak bisa cukup serius. Sebagian besar dari sekitar 7.000-an petambak tidak memperoleh penghasilan. Ekspor udang Aruna juga akan terganggu.

Awal mula konflik petambak dan Aruna sebenarnya sudah cukup lama. George H. Basoeki, Kepala Komunikasi Perusahaan PT Central Proteinaprima (CP Prima) induk Aruna mengatakan, awal kisruh tersebut pertama kali muncul tahun 2009 ketika virus udang infectious myonecrosis virus (IMNV) menyerang tambak. Virus ini membuat produksi udang Aruna pada kuartal I-2010 hanya mencapai 2.645 ton, merosot 29,3% dari produksi kuartal IV-2009 yang sebesar 3.746 ton.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Aruna berunding dengan perwakilan petambak plasma yang tergabung dalam Lembaga Manajemen Plasma Kampung (LMPK) Bumi Dipasena. Perundingan itu menyepakati akan merevitalisasi tambak dengan jalan polyculture.

Dengan sistem ini, petambak akan menggunakan satu tambak untuk budidaya udang dan satu tambak lainnya untuk budidaya ikan nila yang diklaim dapat menekan penyebaran IMNV.

Menurut George, budaya polyculture secara intensif ini tak akan mengubah pendapatan petambak. Apalagi, CP Prima berjanji menyerap nila para petambak. "Oleh karena itu, kisruh seperti sekarang sebenarnya tidak perlu terjadi jika plasma konsisten dengan kesepakatan itu," tutur George.

Sekarang, pasca sebulan tak beroperasi, produksi udang AWS sepi. Tahun lalu, rata-rata produksi udang Aruna mencapai 3.480 ton per kuartal.
Mujiono, salah seorang petambak di blok 12 Aruna menuding, perwakilan petambak yang ikut menyepakati polyculture tidak menyalurkan aspirasi mayoritas petambak. "Setelah kesepakatan, mereka yang menyepakati juga tidak tanggungjawab," ujar Mujiono.

Dalam kondisi ini, petambak merasa dirugikan karena keuntungan merosot 50%. Sebab, "Harga ikan nila hanya Rp 4.000 per kilogram (kg), sementara harga pakan mencapai Rp 9.000 per kg," ungkap Mujiono.

Namun Thowilun, Wakil Ketua Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW) Bumi Dipasena menilai, revitalisasi polyculture hanya akal-akalan Aruna. Ia menganggap, serangan virus IMNV tidak separah yang diklaim Aruna. Ia menuding, Aruna ingin mengingkari janji revitalisasi tambak. "Sebagai dalihnya, digulirkanlah revitalisasi polyculture," jelas Thowilun.

Meski hubungan Aruna dan petambak tak lagi harmonis, Mujiono tak mau berpangku tangan. Sebulan belakangan ini sudah menabur 30.000 benur udang windu dan vannamae di tambaknya. Untuk menabur benur ini, ia mengeluarkan biaya Rp 20 per benur udang windu dan Rp 37 per benur udang vanname. Ia juga tak segan merogoh kantong untuk membeli 10 liter solar per hari. "Saya membelinya dengan harga Rp 6.000 per liter," jelas Mujiono.

Mujiono mengaku, ia hanya bisa menabur benur sedikit, lebih sedikit ketimbang bermitra dengan Aruna. Ketika itu, ia bisa menabur 110.000 ekor benur per sekali siklus udang empat bulanan. Meski begitu, ia memandang budidaya mandiri lebih baik ketimbang meninggalkan nganggur begitu saja. Karena itu, ia pun berharap kisruh di tambak Aruna segera tutup buku. "Kami lelah ribut terus," tandas Mujiono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×