Reporter: Abdul Basith | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Pasokan bahan baku ikan surimi masih terbatas. Padahal permintaan pasar untuk industri pengolahan ikan surimi cukup besar.
"Bahan baku masih di bawah kapasitas pabrik sekitar 65%," ujar Direktur Operasional PT Kelola Mina Laut (KML), Zainul Masik, Senin (18/9).
Pabrik KML memiliki kapasitas produksi mencapai 40 ton per hari. Zainul bilang setiap pabrik memiliki kapasitas produksi yang berbeda dari 30 ton hingga 50 ton per hari.
Bahan baku yang kurang membuat harga menjadi naik hingga Rp 9.000 per kilogram (kg). Sebelumnya harga bahan baku berkisar antara Rp 7.000 per kg. Kurangnya bahan baku juga membuat industri kecil tidak dapat bersaing dengan industri besar.
Meski begitu kondisi industri saat ini dinilai lebih baik dari sebelumnya. Zainul bilang saat ini bahan baku sudah mulai membaik karena adanya toleransi penggunaan cantrang hingga akhir 2017.
Namun, Zainul menilai volume bahan baku surimi masih belum kembali dari tahun lalu. "Tahun ini berkurang sekali sampai sekitar 35% dari 3 tahun lalu," terang Zainul.
Industri surimi menjadi salah satu industri pengolahan ikan yang penggunaannya lebih banyak untuk ekspor. Berdasarkan keterangan Zainul, sebanyak 70% dari total produksi surimi dipergunakan untuk ekspor. Oleh karena itu Zainul meminta adanya regulasi sehingga persaingan industri surimi bisa bersaing dengan baik.
Saat ini produk surimi asal Indonesia masih dapat bersaing dengan negara lain. Namun Zainal bilang harga surimi Indonesia masih mahal. Hal tersebut disebabkan oleh mahalnya biaya produksi.
Harga ideal menurut Zainul adalah sebesar Rp 7.500 per kg hingga Rp 7.800 per kg. Penurunan harga secara bertahap tersebut diharapkan dapat menciptakan bisnis yang seimbang.
Meski masih sulit, Zainul bilang industri surimi masih menjanjikan ke depan. "Industri surimi masih menjanjikan," terang Zainul.
Namun, Zainul bilang diperlukan kebijakan yang mendukung terutama terkait pengendalian bahan baku. Alat tangkap baru yang menggantikan cantrang dinilai tidak efektif. Zainul bilang, gilnet lebih dicocok untuk menangkap ikan besar di perairan Indonesia timur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News