Reporter: Abdul Basith | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Produksi pabrik pengolahan ikan Surimi mulai terganggu akibat kebijakan pelarangan penggunaan cantrang. Bahkan di antaranya harus berhenti berproduksi sejak Lebaran lalu.
Zainul Masik, Direktur Operasional PT Kelola Mina Laut (KML) mengaku sampai saat ini belum banyak nelayan yang melaut. "Hasil tangkapan nelayan masih sedikit dan diserap pasar lokal," ujar Zainul Masik, Direktur Operasional PT Kelola Mina Laut (PT KML), Senin (24/7).
Para nelayan masih terbentur perizinan. Nelayan yang melaut menggunakan cantrang berperahu di bawah 10 gross ton (GT) sehingga hasil tangkapannya masih sedikit.
Sebelumnya juga Zainul menilai penurunan produksi telah terjadi jauh sebelumnya. Selama tiga tahun terakhir produksi perusahaan Surimi terus menurun. Saat ini hasil ikan yang ada hanya dapat memenuhi 50% kapasitas produksi.
Asal tahu, KML mampu memproduksi 60-80 ton per hari sebelumnya. Namun, beberapa bulan ke belakang kapasitas produksinya hanya 30-40 ton per hari. Bahkan saat ini sedang berhenti produksi karena ketiadaan bahan baku.
Selain PT KML terdapat pula PT Southern Marine Products (SMP) yang juga produksinya menurun. Saat ini produksi PT SMP hanya tinggal 30% - 40% dari total kapasitas mereka. "Produksi semester satu menurun," ujar Agus Amin Thohari, Direktur SMP.
Sebelumnya kapasitas produksi SMP mencapai 120 ton per hari. Kini hanya 40 - 60 ton per hari. Kurangnya stok juga membuat harga meningkat mencapai 10.000 per kilogram (kg).
Sama seperti PT KML, PT SMP juga belum memulai produksi sejak Lebaran. Hal tersebut masih terbentur dengan hasil tangkapan nelayan yang sedikit.
Surimi adalah salah satu industri pengolahan ikan. Selain ikan beku, terdapat industri Surimi yang membuat pasta atau adonan ikan yang kemudian di jual untuk diolah menjadi makanan. Ada pula industri tepung ikan yang biasanya menggunakan ikan sisa yang tidak diambil industri ikan beku dan Surimi.
Ikan yang digunakan dalam Surimi biasanya ikan berukuran kecil. Besarnya hanya sekitar 3-4 jari. Oleh karena itu menurut Zainul ikan tersebut cocok ditangkap menggunakan cantrang.
Surimi memiliki potensi pasar yang cukup besar. Saat ini produksi Surimi di ekspor ke beberapa negara seperti Jepang, China, Malaysia, Singapura, dan Taiwan. Terhambatnya produksi Indonesia saat ini membuat India, saingan Indonesia, masuk ke pasar tersebut.
Polemik cantrang membuat perusahaan pengolahan ikan terhambat. Zainul mengatakan seharusnya pemerintah mengatur penggunaan cantrang agar efek negatifnya dapat diatasi bukan melarang cantrang. Selain itu perusahaan juga harus dibatasi agar ketersediaan ikan tetap ada.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News