kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Industri pengolahan kakao di Sulawesi Barat masih minim


Sabtu, 19 Februari 2011 / 19:54 WIB
Industri pengolahan kakao di Sulawesi Barat masih minim
ILUSTRASI. Warga melintas di dekat barikade kawat berduri untuk pengalihan arus massa dan lalu lintas.


Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Dupla Kartini

MAMUJU. Industri pengolahan kakao, terutama di daerah belum menggeliat. Bupati Kabupaten Mamuju Utara Sulawesi Barat (Sulbar) Agus Adj mengatakan, di daerah Mamuju sama sekali belum ada pabrik pengolahan kakao.

Ini menyebabkan petani di sana hanya mengandalkan penjualan kakao dalam bentuk biji mentah, yang harganya tidak terlalu bagus. "Kita belum sampai pada pembangunan industrinya," ujar Agus, di Mamuju, Jumat (18/2).

Padahal Mamuju Utara memiliki 28.000 hektar lahan kakao dengan kapasitas produksi mencapai 28.000-30.000 ton. Agus bilang, pihaknya ingin mulai menggarap industri pengolahan kakao agar petani mendapat nilai tambah yang besar. Namun, masalah biaya dan infrastruktur menjadi penghambat.

Tahun ini, Mamuju Utara mendapat alokasi Rp 23 miliar dari program Gerakan Nasional (Gernas) Kakao. Jumlah ini lebih besar dari anggaran tahun lalu yang hanya Rp 12 miliar. Namun, Agus bilang, dana tersebut baru cukup untuk menopang produksi kakao, seperti pengadaan pupuk dan pemberantasan hama TBK yang setahun ini menyerang banyak lahan kakao. "Kalau untuk bangun pabrik pengolahan belum cukup." jelas Agus.

Anwar Adnan Saleh, Gubernur Sulbar, mengatakan minimnya industri pengolahan kakao tidak hanya di Mamuju Utara, tapi di Sulbar secara keseluruhan. Sulbar sebenarnya salah satu lumbung kakao terbesar di Indonesia, dengan areal produksi seluas 178.000 hektar, dan kontribusi produksi 24% secara nasional.

Tahun lalu saja, Sulbar memproduksi 150.000 ton kakao, dan ditargetkan meningkat menjadi 300.000 ton pada 2013. Tapi, keberlimpahan produksi itu tidak diimbangi dengan industri pengolahan. Anwar bilang, untuk membangun industri pengolahan kakao perlu biaya besar. Misalnya, untuk membangun satu pabrik pengolahan berkapasitas 100.000-150.000 ton per tahun saja butuh dana sekitar Rp 50 miliar-Rp 75 miliar.

"Kalau mengandalkan pemprov, kita jelas tidak punya dana untuk membangun itu," jelas Anwar.

Pemprov Sulbar sebenarnya telah mencari investasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Anwar mengaku sedang bernegosiasi dengan investor lokal yaitu PT. Sarinah. Jika negosiasi lancar, pemerintah Sulbar dan PT. Sarinah bakal membangun pabrik pengolahan kakao di Mamuju. "Mau tidak mau negosiasi harus rampung tahun ini," tandas Anwar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×