Reporter: Leni Wandira | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) meminta pemerintah meninjau kembali perubahan Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang akan berlaku mulai 1 Maret 2025.
Perubahan dalam PP tersebut mewajibkan pelaku usaha di sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan untuk menempatkan 100% nilai ekspor mereka di bank dalam negeri dengan durasi penyimpanan yang diperpanjang menjadi 12 bulan.
Baca Juga: Industri Mebel Terancam, HIMKI Minta Kebijakan DHE 100% Dievaluasi
Ketua Umum APKI Liana Bratasida menilai kebijakan ini tidak relevan bagi industri pulp dan kertas. Menurutnya, industri ini tidak tergolong dalam sektor kehutanan sebagaimana dimaksud dalam peraturan tersebut.
"Industri kami mengandalkan bahan baku dari Hutan Tanaman Industri (HTI), yang merupakan investasi berbasis keberlanjutan dan dikelola secara terencana, bukan dari hutan alam," ujar Liana kepada Kontan.co.id, Kamis (30/1).
Liana menegaskan bahwa bahan baku industri pulp dan kertas, yang berasal dari HTI dan kertas daur ulang (KDU), sangat berbeda dengan eksploitasi sumber daya hutan alami.
Oleh karena itu, ia meminta pemerintah mengevaluasi kembali ketentuan dalam PP 36/2023.
Baca Juga: Dianggap Bisa Bebani Pengusaha, APKI Harap Pemerintah Tinjau Ulang Kebijakan DHE
Dampak Kebijakan terhadap Industri
Kebijakan ini dinilai akan membebani industri pulp dan kertas secara signifikan.
Liana menjelaskan bahwa peningkatan kewajiban penempatan DHE menjadi 100% dengan durasi 12 bulan akan meningkatkan beban biaya pengusaha dan mengurangi fleksibilitas dalam pengelolaan modal kerja.
"Sebelumnya, kewajiban penempatan DHE hanya 30% selama 3 bulan, yang sudah cukup menantang bagi sektor ini. Jika aturan baru diberlakukan, biaya modal akan melonjak lebih tinggi lagi," katanya.
Saat ini, suku bunga pinjaman bank mencapai 9%-10% per tahun, sementara insentif DHE-SDA hanya 4%-5%.
“Ketimpangan ini akan meningkatkan biaya modal sebesar 5%-6%, yang sangat memberatkan sektor ekspor,” tambahnya.
APKI mengusulkan agar pemerintah mengevaluasi Pasal 5 PP No. 36/2023 dan mengecualikan industri pulp dan kertas dari kewajiban retensi DHE-SDA.
Baca Juga: Kebijakan Wajib Parkir Devisa Hasil Ekspor SDA 100% Berlaku Mulai Maret 2025
"HTI adalah hutan berbasis investasi berkelanjutan, bukan eksploitasi hutan alam. Karena itu, sektor kami seharusnya tidak diperlakukan sama dengan sektor kehutanan dalam peraturan ini," tegas Liana.
Selain itu, APKI mengusulkan agar bunga pinjaman bank dengan jaminan DHE disesuaikan dengan bunga deposito DHE-SDA di bank dalam negeri untuk mengurangi beban biaya modal kerja.
Liana berharap kebijakan ini dapat disesuaikan agar tidak menghambat daya saing ekspor Indonesia.
“Kami mendukung upaya pemerintah menjaga stabilitas ekonomi, tetapi kebijakan ini perlu diperbaiki agar tidak menjadi beban tambahan bagi industri yang justru menjadi penggerak ekspor nasional,” pungkasnya.
Selanjutnya: Arsy Buana Travelindo (HAJJ) Tambah Portofolio Hotel Baru di Awal 2025
Menarik Dibaca: Berapa Level Kadar Gula Darah yang Berbahaya bagi Penderita Diabetes
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News