Reporter: Umi Kulsum | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) memperkirakan tahun ini industri tekstil cenderung stagnan. Sebab, industri tekstil lokal belum memiliki akses pasar ke Eropa dan negara potensial lain.
Ade Sudrajat Usman, Ketua API menjelaskan bahwa kondisi perekonomian masih fluktuatif, belum lagi gempuran produk impor yang mendominasi di tanah air. “Domestik tentu berimbas, tahun lalu saja permintaan pasar global turun 10% dan tahun ini diprediksi masih stagnan,” katanya ke KONTAN, Jumat (13/1).
Meski begitu industri tekstil di Indonesia juga tidak ingin berdiam diri untuk memperbaiki kinerja agar tetap tumbuh di tahun ini. Salah satunya, ialah upaya efisiensi di segala lini. “Seperti biaya logistik dipotong, biaya belanja modal dan intinya banyak hal yang kita lakukan agar industri tekstil bisa kompetitif dan berdaya saing,” ujar Ade.
Melihat pencapaian tahun 2016 lalu, pendapatan industri tekstil ke negara ekspor sebesar US$ 12,3 miliar, sedangkan pasar lokal sebesar US$ 10 miliar. “Dari jumlah pendapatan pasar lokal tersebut, 70% masih dikuasai produk impor,” ungkap Ade.
Tak bisa dipungkiri, produk impor masih mendominasi di dalam negeri. Maka itu, industri tekstil terus berupaya melakukan segala terobosan agar bisa berdaya saing.
Senada dengan Ade, PT Asia Pacific Investama Tbk (MYTX) berusaha untuk tetap tumbuh dengan melakukan efisiensi salah satunya menekan biaya produksi. “Selain efisiensi, kita juga harus mengembangkan produk baru yang bisa meningkatkan permintaan dan juga mencari pasar ekspor baru,” ujar Anas Bahfen, Direktur MYTX kepada KONTAN akhir pekan lalu
Dengan kondisi yang masih belum terlalu membaik, namun pihaknya optimistis tahun ini bisa lebih baik prospeknya ketimbang tahun lalu yang dirasanya cukup berat. “Harga jual perlahan naik sekitar 2%, cukup berpengaruh terhadap pendapatan kami nantinya,” ungkap Anas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News