Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Prabowo Subianto menegaskan bakal melanjutkan program hilirisasi yang telah digencarkan pada masa pemerintahan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
Prabowo menyampaikan hal ini dalam pidatonya di acara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-17 Partai Gerindra yang digelar di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/2).
Dalam kesempatan tersebut, Prabowo mengungkapkan program hilirisasi akan dimulai tahun ini dengan pelaksanaan 15 megaproyek bernilai miliaran dolar. Dus, proyek-proyek ini tidak bergantung pada investasi asing.
“Hilirisasi kita akan teruskan, kita wujudkan. Kita akan mulai tahun ini. Tahun ini minimal 15 megaproyek yang miliar-miliar dolar (nilainya). Kita mulai tanpa kita minta-minta investasi dari luar negeri,” ujar Prabowo.
Presiden menegaskan hilirisasi harus dilanjutkan demi mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam Indonesia agar memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
Baca Juga: Jika Pengusaha Melanggar Aturan DHE SDA, Kegiatan Ekspornya Akan Distop
Prabowo menambahkan, pemerintahannya akan menerapkan asas keterbukaan bagi para investor dari berbagai sumber, tetapi tanpa ketergantungan.
“Kita tidak akan minta-minta. Ada yang datang dari luar, silakan. Anda mau masuk ke Indonesia, kami terbuka. Tapi kami tidak akan mengemis. Kita akan bangkit dengan kekuatan-kekuatan kita sendiri,” tegasnya.
Meskipun hilirisasi diharapkan membawa dampak positif bagi perekonomian, sejumlah pihak menyoroti tantangan dalam pelaksanaannya.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda menilai hilirisasi harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan ekonomi nasional.
“Saya masih melihat hilirisasi yang dilakukan justru menimbulkan efek negatif. Contohnya, hilirisasi nikel yang merusak lingkungan dan tidak berdampak positif terhadap penerimaan negara," kata Nailul kepada Kontan, Senin (17/2).
Menurut Nailul, insentif dihamburkan justru untuk perusahaan China, penggunaan tenaga kerja asing masih tinggi, hingga perubahan kondisi lingkungan yang merugikan negara dan masyarakat.
"Ini harus diluruskan kembali agar hilirisasi tetap mengutamakan aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial,” ujar Nailul.
Selain itu, Nailul juga menyoroti sumber pendanaan megaproyek hilirisasi. Menurutnya, pendanaan tidak boleh berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengingat keterbatasan anggaran pemerintah.
“Jadi memang harus dari investor. Saya rasa harus didorong investor dari dalam negeri sehingga tidak ada uang yang lari ke luar negeri,” katanya.
Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar menilai megaproyek hilirisasi memiliki prospek yang menjanjikan.
Namun, Bisman menekankan pendanaan dari APBN saja tidaklah memungkinkan dan tidak ekonomis. Oleh karena itu, keterlibatan investor sangat diperlukan.
“Pemerintah harus bisa menarik investor dengan memberikan jaminan kepastian hukum, kemudahan perizinan, serta insentif,” ujar Bisman.
Sebelumnya, Pemerintah melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1 Tahun 2025 resmi menunjuk Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, sebagai Ketua Satuan Tugas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional.
Bahlil menekankan langkah selanjutnya dari Satgas adalah menjawab mandat besar yang tertuang dalam Keppres untuk mengoptimalkan hilirisasi sumber daya alam serta memastikan ketahanan energi nasional.
Baca Juga: Aturan DHE SDA Berlaku 1 Mei 2025, Ini Tanggapan Eksportir
Bahlil mengungkapkan empat fokus utama yang menjadi substansi Keppres terkait Satgas. Pertama, Satgas bertanggung jawab untuk merumuskan, mengusulkan, dan menetapkan lokasi-lokasi strategis serta sumber daya bahan baku yang memiliki potensi hilirisasi tinggi. Hal ini mencakup sektor energi, kehutanan, perikanan, dan pertanian.
“Kami akan memprioritaskan areal-areal dan bahan baku tertentu yang bisa memberikan nilai tambah secara signifikan di dalam negeri,” kata Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (10/1).
Kedua, Presiden melalui Keppres juga meminta agar pembiayaan proyek-proyek hilirisasi bisa mengandalkan lembaga perbankan, non-bank, maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Bahlil menegaskan Presiden ingin agar hilirisasi ini benar-benar memberikan manfaat nyata bagi Indonesia.
“Selama ini banyak kritik bahwa nilai tambah dari hilirisasi kita belum maksimal. Pak Presiden ingin hal itu diubah. Kita ingin manfaat hilirisasi benar-benar dirasakan oleh masyarakat Indonesia,” ujar Bahlil.
Bahlil juga mendorong perbankan dan lembaga keuangan untuk berperan aktif mendanai investasi di sektor hilirisasi ini.
Langkah ketiga, menurut Bahlil, adalah memastikan sinkronisasi kebijakan lintas sektor untuk menghindari tumpang tindih perizinan yang sering kali menghambat percepatan hilirisasi.
“Kadang-kadang menterinya sudah oke, tapi bawahannya masih ada yang nggak sinkron. Orang Papua bilang, tulis lain-main lain. Itu yang kami selesaikan,” katanya.
Sebagai bagian dari mandat ini, Satgas juga diberi wewenang untuk memberikan rekomendasi sanksi kepada pihak-pihak yang menghambat proses hilirisasi, baik di kementerian, lembaga, maupun pemerintah daerah.
Baca Juga: DJP Siapkan Aturan Teknis Pelaksana Pajak Minimum Global
Sebagai Ketua Satgas, Bahlil akan didampingi oleh wakil ketua yang terdiri dari Menteri Investasi/Kepala BKPM, Menteri ATR/BPN, Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, serta Menteri Kelautan dan Perikanan. Sementara itu, posisi Sekretaris dipegang oleh ekonom senior Ahmad Erani Yustika.
Satgas juga diwajibkan melaporkan perkembangan tugasnya kepada Presiden setidaknya setiap enam bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan.
Untuk diketahui, Keppres ini menegaskan pentingnya arah hilirisasi dan ketahanan energi sebagai salah satu pilar prioritas pemerintahan Jokowi, dengan harapan langkah ini mampu mendukung pertumbuhan ekonomi dan ketahanan nasional secara berkelanjutan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News