Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Banyak kasus suap terjadi dalam pengembangan proyek-proyek properti. Teranyar, publik dikejutkan dengan ditangkapnya Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kasus suap perizinan mega proyek Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat.
Kasus tersebut juga melibatkan Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro serta Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi, Jamaludi. Lalu apa yang menyebabkan bisnis properti ini rawan jadi ladang korupsi?
Sekretaris Jenderal DPP Real Estate Indonesia (REI), Totok Lusida mengatakan, banyaknya kasus-kasus suap yang melibatkan pengembang karena sistem perizinan yang sangat complicated alias ruwet. "Pengusaha butuh kepastian, tetapi regulator tidak bisa memberikan kepastian itu karena sistemnya tersebut," jelasnya kepada Kontan.co.id, Rabu (24/10).
Menurut Totok, perizinanan pengembangan proyek properti yang paling complicated ada di proyek highrise building. Pembangunan proyek-proyek seperti apartemen dan gedung bertingkat lainnya membutuhkan proses perizinan yangpanjang dan berbelit-belit.
Totok berharap sistem perizinan online terpadu atau submission system (OSS) yang diluncutkan oleh pemerintah pusat bisa mengurangi kasus-kasus suap. Sistem ini akan menghidari tatap muka antara pemohon izin dan regulator sehingga mencegah terjadinya praktik korupsi.
"OSS memang baru dibentuk dan kesiapan pelaksaaannya baru sekitar 80%. Dua bulan ke depan sudah full terlaksana. Ini belum 100% karena memang ada daerah yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga mereka minta dilakukan perbedaan persyarakatan. Jika dua bulan lagi sudah full terealisasi maka pejabat tidak akan ketemu lagi dengan pengembang," jelas Totok.
Memang setelah OSS tersebut diterapkan penuh, masih akan ada tatap muka antara jasa konsultan dengan pemerintah seperti kosultan arsitek, amdal lalin dan lain-lain. Totok mengatakan, konsultan - konsultan ini perlu disederhanakan agar proses perizinan itu bisa lebih ringkas.
"Kalau suatu wilayah sudah ditentukan sebagai wilayah rumah susun atau mall, pasti sudah dikaji dulu oleh pemda setempat sebelumnya dan untuk mengkaji itu pasti sudah dikeluarkan fee jasa konsultan yang berasal dari APBD. Nah selanjutnya tidak perlu lalgi ada konsultan Amdal-lalin jika gedung akan dibangun. Tinggal dikeluarkan aja izinnya bahwa area itu sudah memenuhi untuk komersial misalnya dan pengembang tinggal membayar ke negara biaya konsultan yang dulu sudah dikeluarkan pemda," jelas Totok mencontohkan.