Reporter: Agustinus Beo Da Costa | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Bursa pemilihan menteri untuk kabinet presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) sedang menghangat. Jokowi sudah memastikan kabinetnya nanti akan terdiri dari 34 kementerian. Dari jumlah kementerian itu, 18 menteri berlatar belakang profesional, sedangkan 16 menteri berlatar belakang profesional dari partai politik.
Pergantian pucuk pimpinan kementerian itu sekaligus membawa angin segar pada perubahan. Begitu pula harapan pada kinerja Kementerian ESDM yang menjadi penanggung jawab segala kebijakan energi di Tanah Air.
Masalahnya, kinerja kementerian ESDM itu masih jauh panggang dari api. Salah satunya ketidakmampuan Kementerian ESDM melepaskan Indonesia dari ketergantungan impor bahan bakar minyak (BBM).
Asal tahu saja, produksi minyak dan gas (migas) Indonesia terus turun dalam kurun sepuluh tahun terakhir saat ini hanya sekitar 800.000 barel per hari. Sementara kebutuhan BBM di dalam negeri mencapai 1,8 juta barel per hari.
Atas ketidakmampuan itu, Chief Executive Officer PT Mustang Inti Corp Poltak Sitanggang menuding praktik mafia dimulai dengan membuat regulasi dari sektor hulu untuk menghambat kegiatan eksplorasi. Sementara anggaran untuk subsidi terus membengkak.
Setali tiga uang, Wakil Ketua Umum Indonesia Petroleum Association (IPA) Sammy Hamzah mengatakan, dua masalah utama sektor migas yang masih menjadi borok di tubuh Kementerian ESDM soal subsidi BBM dan adanya jaringan mafia migas. Oleh karena itu, syarat mutlak orang yang pantas menempati kursi panas tersebut adalah tak terkait jaringan mafia migas.
Menyadari masalah yang sama, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertambangan Mineral Indonesia (Apemindo) Ladjiman Damanik berpendapat, orang yang bisa memberantas paraktek mafia migas di Tanah Air adalah dia yang berasal dari mahzab mineral dan batubara.
"Karena hanya orang dengan latar belakang mineral dan batubara lah yang memiliki keberanian untuk menghantam mafia migas. Kalau orang dengan latar belakang migas dikhawatirkan sejak 5 tahun belakangan sudah terkontaminasi jejaring mafia migas," ujar Ladjiman.
Syarat lain, Menteri ESDM harus berkomitmen berani mengubah sistem kontrak migas dari production sharing contract (PSC) menjadi sistem kontrak karya. Dengan penggantian ini, mekanisme cost recovery akan berubah menjadi mekanisme cost flow. Dus, sistem kontrak karya itu akan memudahkan pemerintah melakukan divestasi dan investasi pada industri migas.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas ) Effendi Sirajuddin punya pendapat berbeda. Menurut dia, Menteri ESDM harus berasal dari kalangan industri migas. Alasan dia, menteri yang berasal dari industri migas bisa bekerja lebih cepat.
Sebaliknya, Effendi menduga menteri yang berasal dari kalangan perguruan tinggi dan birokrat biasanya lamban. "Kalau sudah begini, maka sektor energi kita bisa mandek dan menyebabkan stagnasi ekonomi. Ujungnya bisa kerusuhan sosial, " alasan Effendi.
Soal nama yang layak hampir semua malu-malu menyebut satu nama. Namun dari penelusuran KONTAN, nama yang beredar di kalangan pengusaha industri migas saat ini yang dianggap layak misalnya, Kurtubi, Ari Soemarno, R Proyono, Darmawan Prasodjo, Kuntoro Mangkusubroto, Sukhyar, hingga Poltak Sitanggang. Siapa yang dipilih? Hanya Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang tahu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News