Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Tim Reformasi Tata Kelola Migas alias Tim Anti Mafia Migas punya pekerjaan berat untuk mengkaji bisnis Pertamina Energy Trading Limited (Petral). Pasalnya, rekomendasi tim yang dipimpin oleh Faisal Basri ini bakal menentukan nasib Petral ke depan.
Meski mendapatkan dukungan dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), tim ini tidak bebas dari tekanan. Mengingat keberadaan Petral sampai saat ini sangat sarat kepentingan.
Mantan Sekretaris Menteri BUMN Said Didu meminta Tim Reformasi Tata Kelola Migas tetap fokus dan tidak terlalu mendengarkan masukan-masukan dari banyak pihak, terutama dari LSM, pengamat dan organisasi, yang tidak objektif dan rawan kepentingan atau ditunggangi, kemudian menjadi corong pihak tertentu.
"Kan campur aduk orang-orang memahami Petral. Apa dia (LSM/pengamat/organisasi) ditunggangi pihak tertentu, sehingga menjadi corong pihak tertentu, ini juga harus dilihat," tegasnya, Kamis (12/12).
Asal tahu saja, sejumlah LSM/ organisasi yang terkesan membela keberadaan Petral. Sebut saja misalnya Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) yang dipimpin Sofyano Zakaria, ReforMiner Institute, dan Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) yang digawangi Salamuddin Daeng.
Sebelumnya, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (6/12), Direktur ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mempertanyakan langkah Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang langsung membidik Petral, yang disebut sebagai sarang mafia. Hal ini pun hanya berdasarkan sentimen publik.
Senada dengan Komaidi, Salamuddin Daeng dari AEPI juga menyikapi sorotan terhadap Petral oleh Tim Reformasi Tata Kelola Migas, dan menyayangkan sikap Tim Reformasi Tata Kelola Migas dalam bekerja. Lalu, dalam sejumlah kesempatan pun Sofyano Zakaria dari Puskepi menilai Petral tidak perlu untuk dibubarkan.
Said Didu menjelaskan bicara soal Petral ada tiga hal yang harus diperhatikan. Nama Petral sendiri, kegiatan Petral, dan kecurigaan ada Permainan Petral. Nah, seringkali, semua masalah dicampuraduk.
Pertama, secara persepsi nama Petral sudah bermasalah. "Walaupun diperbaiki itu politisnya tidak bisa hilang, karena sekarang ini kan ada isu hanya akan diperbaiki tak dibubarkan," tegasnya.
Kedua, menyangkut operasional Petral, keberadaannya memang diperlukan untuk menunjang Pertamina khususnya perihal impor minyak. "Dengan trader, penting untuk mengisolasi risiko agar jangan langsung terkena ke induk," ujarnya.
Ketiga, soal tudingan Petral sebagai sarang mafia migas. "Makanya saya pernah bilang pada 2007 lalu, Petral ibarat kolam penuh oli berisi ular berbisa. Jangan lupa juga, hampir semua yang pernah di Petral, karirnya langsung melejit, jadi wajar orang curiga," tandasnya.
Said pun mengusulkan supaya Pertamina tetap memiliki trader selaknya Petral tapi harus beroperasi dan berbasis di Indonesia. Dengan memiliki kewenangan masuk ke pasar-pasar spot pasar minyak tak hanya Singapura saja seperti yang dilakukan Petral sekarang ini.
"Ini artinya, lanjut Said, jangan juga asal pertahankan Petral saja tanpa mengkaji tiga poin di atas tadi. Masalah nama juga bisa diganti dan itu tinggal panggil notaris saja dan tak butuh waktu lama," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News