Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah faktor menjadi pertimbangan Kementerian ESDM dan PLN dalam menyusun RUPTL 2021-2030 yakni dampak pandemi Covid-19 terhadap konsumsi listrik, target bauran energi baru dan terbarukan (EBT), hingga keandalan distribusi listrik.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menegaskan arah kebijakan energi nasional ke depan adalah transisi energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT) sebagai energi yang lebih bersih, minim emisi, dan ramah lingkungan.
"Hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia pada Paris Agreement yakni penurunan emisi gas rumah kaca. Saat ini komitmen untuk mengatasi perubahan iklim disikapi dengan road map net zero emission," jelasnya dalam Webinar di seminasi RUPTL PLN 2021 s.d. 2030, Selasa (5/10).
Arifin bilang, salah satu tantangan untuk mencapai target tersebut dengan menyediakan listrik dari sumber energi yang rendah karbon. Maka dari itu, ada keharusan mengurangi fosil terutama batu bara dalam sektor pembangkitan.
Selain persoalan target bauran EBT, Indonesia juga terdampak pandemi Covid-19 sehingga berpengaruh pada pertumbuhan perekonomian dan pertumbuhan kebutuhan listrik. Arifin menjelaskan sistem kelistrikan Jawa-Bali dan Sumatera berpotensi oversupply. Oleh karenanya dalam RUPTL PLN 2021-2030 diproyeksikan hanya tumbuh rata-rata 4,9% dari yang sebelumnya 6,4% di RUPTL 2019-2028.
Persoalannya lainnya, lanjut Arifin, program 35.000 MW juga terus dijalankan dan dalam dua tahun ke depan akan masuk 14.700 MW yang sebagian besar dari PLTU batubara. Di sisi lain, menurut data per-akhir Juni 2021 rasio elektirifikasi rata-rata nasional mencapai 99,7% namun masih terdapat provinsi yang perlu perhatian khusus yaitu provinsi NTT, Maluku, dan Papua.
Baca Juga: Porsi EBT hingga 51,6% didorong global, RUPTL 2021-2030 direvisi empat kali
"Permasalahan yang sudah disebutkan tadi menjadi pertimbangan dalam menyusun RUPTL 2021-2030 termasuk serangkaian diskusi cukup panjang antara pemerintah dan PLN dan masukan dari kementerian atau lembaga terkait," kata Arifin.
Arifin menjelaskan, dalam RUPTL 2021-2030 lebih hijau karena porsi penambahan EBT mencapai 51,6% lebih besar dibandingkan penambahan pembangkit fosil 48,4%. Peran EBT dibuat lebih besar termasuk pengembangan pembangkit energi bersih.
Adapun dalam rangka meningkatkan keandalan listrik dan penetrasi EBT yang sebenarnya berada jauh dari pusat demand listrik, pemerintah mendorong pengembangan interkoneksi ketenagalistrikan dalam pulau maupun antar pulau. "Dalam tahun 2024, interkoneksi di Kalimantan dan Sulawesi terwujud sebagai rencana pemerintah untuk interkoneksi Sumatera, Jawa, Kalimantan,dan Sulawesi," kata Arifin.
Selanjutnya, dilakukan kajian interkoneksi antar pulau super grid yang menghubungkan antar pulau besar di Indonesia dalam hal ini selain meningkatkan keandalan dan mengatasi oversupply di suatu sistem besar.
Interkoneksi Sumatera ke Malaysia diakui Arifin juga sudah dijadwalkan untuk COD pada tahun 2030 sedangkan untuk interkoneksi Sumatera ke Singapura dilakukan kajian dalam rangka ekspor energi listrik bersih.
Pemerintah juga terus meningkatkan capaian bauran energi serta akses masyarakat terhadap listrik melalui target rasio elektrifikasi 100% pada 2022 memenuhi akses listrik bagi seluruh desa dusun di daerah 3T.
Penyisiran dilakukan pada rumah tangga yang tidak mampu membiayai pasang baru. "Kita memiliki program pasang baru listrik melalui anggaran APBN, sejumlah 80.000 sambungan untuk tahun 2022," ungkapnya.
Pelayanan tenaga listrik masyarakat pedesaan dalam wilayah 3T dilayani pembangkit listrik diesel didorong menggunakan pembangkit EBT sesuai potensi.
Selanjutnya: Harga komoditas energi merangkak naik, bagaimana dampak ke tarif BBM dan listrik?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News