kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,02   -8,28   -0.91%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini perusahaan yang dituduh dumping baja oleh China


Jumat, 05 Maret 2021 / 19:48 WIB
Ini perusahaan yang dituduh dumping baja oleh China
ILUSTRASI. Industri baja


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dituduh lakukan dumping baja oleh China, pelaku industri menilai tuduhan tersebut tidak akan mempengaruhi prospek kinerja industri baja di Tanah Air.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi sempat mengungkapkan kalau terdapat tuduhan dumping stainless steel Indonesia ke China. Di sisi lain, ekspor besi baja dari Tanah Air ke Negeri Tirai Bambu tersebut mencapai US$ 7 miliar di 2020.

Ketua Umum Iron and Steel Industry Association (IISIA) Silmy Karim mengungkapkan kalau produk baja stainless steel yang dituduh dumping merupakan produk yang diproduksi oleh Tsingshan Morowali, dengan bahan baku nickel ore.

Apalagi, dia menambahkan kalau permintaan stainless steel hanya 43 juta ton pe tahun, sementara demand untuk carbon steel dunia mencapai 1,8 miliar ton per tahun.

Baca Juga: Pada tahun ini, Saranacentral Bajatama (BAJA) bidik kenaikan volume penjualan 15%

Beragamnya produksi baja di Tanah Air, Silmy menjelaskan untuk baja stainless steel umumnya untuk keperluat terbatas, misalnya untuk asessoris di kendaraan, sendok, garpu, pisau dan lainnya.

Sedangkan baja yang umum digunakan untuk kendaraan jenisnya adalah carbon steel, ada juga alloy steel (baja campuran/paduan) yang memiliki kekuatan lebih baik, namun untuk demand tidak banyak.

"Beda produk (dampaknya), bukan pukul rata. Dumping itu dikenakan atas produk," jelas Silmy saat dikonfirmasi Kontan, Jumat (5/3).

Ketua Umum IISIA sekaligus Direktur Utama PT Krakatau Steel tersebut juga mengungkapkan selama tahun pandemi perusahaannya masih mampu bertumbuh 20%. Harapannya, pemulihan ekonomi tahun ini mampu mendorong harga jual produk hot rolled coil (HRC) perusahaan dengan kode emiten KRAS ini naik 25%.

Didukung pula dengan proyeksi kenaikan cold rolled coil (CRC) 40% dan produk lainnya tumbuh 20% sepanjang tahun ini.

"Krakatau Steel produksnya saat ini kompetitif didukung program restrukturisasi, sehingga bisa bersaing dengan (baja) impor. Ditambah lagi keinginan pemerintah untuk menurunkan impor baja sampai 50%," ungkapnya.

Sementara itu, Chief Strategy Officer Steel Pipe Industri of Indonesia (Spindo) Johannes Edward menilai kalaut tuduhan dumping baja tidak beralasan. Ditambah lagi, yang dituduh adalah produksi baja dari Tsingshan Stainless Steel yang memiliki kerjasama langsung dengan Negeri Tirai Bambu.

"Tuduhan dumping harus dibuktikan dulu, karena yang menjadi perkada adalah ekspor stainless steel dari Indonesia, sedangkan produksi ini terbilang baru," ungkap Johannes kepada Kontan, Jumat (5/5).

Baca Juga: PT Saranacentral Bajatama Tbk (BAJA) Mengendus Efek Gulir Diskon PPN Perumahan

Dia juga menambahkan, kasus serupa sempat terjadi pada produk baja tahan karat di November 2020 antara Indonesia dengan Uni Eropa, namun kasusnya gugur begitu saja. Untuk Spindo, Johannes menjelaskan kalau pihaknya belum menargetkan pangsa pasar China sebagai tujuan ekspor, dimana saat ini perusahaan masih rutin melakukan ekspor ke Amerika Serikat (AS) dan Kanada.

Ke depan, industri baja Tana Air secara umum dipandang masih cukup baik. Meskipun begitu, industri tetap perlu dilindungi dari ancaman baja impor apalagi ilegal.

Adapun untuk upaya pemerintah dalam mendorong industri baja saat ini dinilai sudah berada di jalur yang benar seiring dengan upaya penurunan impor baja.

"Tinggal kebijakan yang baik tersebut bisa dipertahankan seiring dengan mengutamakan produk domestik pada pembangunan infrastruktur," tandasnya.

Sebagai informasi, November 2014, Tsingshan Holding Group, Ruipu Technology Group Co., Ltd, bersama PT Indonesia Morowali Industrial Park dan lainnya bekerjasama mendirikan PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel di Indonesia.

Pabrik baja nirkarat dengan kapasitas 1 juta ton baja nirkarat dalam bentuk slab per tahun dan PLTU 2X350 megawatt (MW) tersebut berdiri di kabupaten Morowali, Provinsi Sulawei Tengah, Indonesia. Investor utamanya adalah Tsingshan Steel Group dari China.

Proyek yang punya nilai total investasi US$ 840 juta tersebut dimulai pada 28 Juli 2015 dan mulai ujicoba produksi pada kuartal kedua 2017.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×