Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memastikan hingga saat ini belum ada industri dalam negeri yang harus mengimpor gas demi memenuhi kebutuhan pabriknya.
Bahkan dari tahun ke tahun pasokan gas untuk domestik diklaim terus meningkat seiring dengan berakhirnya kontrak ekspor gas.
Plt Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Mohammad Kemal menjelaskan proporsi gas untuk domestik terus meningkat dibanding ekspor seiring kontrak ekspor berakhir. “Penjualan LNG ke domestik makin meningkat,” jelasnya dalam acara Diskusi Investasi Hulu Migas Tahun 2023 di Jakarta, Selasa (14/2).
Dia menegaskan, SKK Migas mengutamakan pemenuhan kebutuhan gas di dalam negeri, termasuk untuk smelter, sebelum LNG dijual ke pasar ekspor. Pemenuhan kebutuhan domestik tersebut dengan mempertimbangkan daya beli pembeli domestik dan keekonomian lapangan hulu migas.
Baca Juga: Harga Batubara Acuan Turun Lagi pada Februari, Ini Penyebabnya
Kemal memaparkan, saat ini terdapat dua sumber pasokan LNG di Indonesia yaitu kilang LNG Bontang dan kilang LNG Tangguh. SKK Migas dan Penjual LNG Bontang maupun Tangguh masih menghitung ketersediaan volume LNG yang belum terkontrak, dengan mempertimbangkan proyeksi produksi dan pemenuhan kontrak eksisting.
Dalam waktu dekat ini, Proyek Tangguh Train III atau Train 3 LNG Tangguh di Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat akan on stream pada kuartal II 2023 mendatang.
“Kami sangat intensif juga kunjungan lapangan ke sana untuk memastikan proyek ini bisa on stream pada waktunya,” terangnya.
Dalam catatan Kontan.co.id, proyek Train III yang diestimasikan menelan investasi sebesar US$ 8,9 miliar ini akan menghasilkan 3,8 juta ton LNG per tahun.
Untuk tiga tahun hingga lima tahun ke depan, lapangan- lapangan gas yang menjadi pemasok LNG mayoritas berada di daerah Timur Indonesia di antaranya dari Wilayah Kerja Berau Muturi Wiriagar, Mahakam, Sanga- Sanga, Jangkrik dan East Sepinggan.
Baca Juga: Perusahaan Korea Selatan Bangun Pabrik Baterai Kendaraan Listrik di KNIC
Kemudian untuk proyek lainnya yakni Blok Masela dipastikan mundur dua tahun dari yang diproyeksikan sebelumnya yakni pada 2029 mendatang.
Sumber gas lain yang bisa diandalkan ke depannya ialah IDD. Proyek IDD berpotensi untuk menghasilkan gas hingga di angka 844 MMSCFD. SKK Migas menargetkan, proses divestasi WK Rapak dan Ganal, dan revisi Plan of Development (PoD) selesai di tahun ini.
“IDD ada perkembangan di tahun ini. Proses divestasi tahun ini dan kemudian sampai PoD pertama bisa selesai,” ujarnya.
Kemudian, Lapangan Asap, Kido, dan Merah wilayah Kasuari Papua Barat juga dapat diandalkan sebagai sumber pasokan gas.
Potensi gas di lapangan ini pun meningkat dibandingkan proyeksi awal sehingga dibuat revisi Plan of Development (POD) I. Perubahan atas persetujuan POD I untuk gas inplace dari 1.735 BSCFD menjadi 2.673,7 BSCF, dan perubahan cadangan dari 1.031,33 BSCF menjadi 2.244,45 BSCF.
Baca Juga: Saham Emiten Batubara Mulai Melandai, Simak Prospek dan Rekomendasinya
Nantinya produksi dari lapangan gas ini akan diperuntukkan untuk membangun satu pabrik pupuk di Papua dan membangun pabrik LNG.
SKK Migas sejatinya memiliki neraca gas yang memperlihatkan permintaan dan pasokan gas dalam jangka waktu periode tertentu. Neraca gas tersebut memproyeksikan Indonesia akan mengalami surplus gas di beberapa wilayah tertentu jika proyek-proyek sudah on stream dan target 12 billion cubic feet per day (BSCFD) tercapai.
“Saat proyek on stream bisa surplus tapi tergantung regionnya ini bisa disuplai kalo infrastruktur sudah tersambung,” ujarnya.
Kemal mengatakan, infrastruktur pipa gas yang paling kritikal atau dibutuhkan saat ini ialah pipa Dumai-Sei Mangke dan Cirebon-Semarang (Cisem).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News