Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi keuangan PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) belum menunjukkan kondisi yang baik beberapa tahun belakangan ini. Meski mengalami penyusutan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, KRAS masih mencatatkan rugi bersih sebesar US$ 74,82 juta di tahun 2018.
Dalam beberapa tahun terakhir berbagai langkah dilakukan agar dapat menyelamatkan perusahaan baja nasional tersebut. Mulai dari restrukturisasi organisasi manajemen dan juga restrukturisasi utang.
Baca Juga: Wow, Forbes masukkan 11 perusahaan Indonesia dalam daftar 200 perusahaan terbaik
Selain itu, penyembuhan KRAS diharapkan juga bisa dilakukan dengan memasukkan perusahaan ke dalam holding BUMN pertambangan. Sang induk holding, PT Inalum (Persero) diharapkan bisa membantu KRAS menyehatkan keuangannya.
Silmy Karim Direktur Utama Krakatau Steel menjelaskan bergabungnya KRAS dalam skema holding tambang masih terus berjalan. Tetapi untuk saat ini KRAS akan prioritaskan penyelesaian restrukturisasi utangnya terlebih dulu.
"Restrukturisasi bank sudah berjalan, sedang finalisasi untuk tandatangan perjanjian kredit dalam rangka restrukturisasi," kata Silmy kepada Kontan.co.id, Jumat (6/9).
Menurutnya proyek-proyek 'mangkrak; sudah selesai dan mulai dioperasikan. Memang Setelah tertunda lama akhirnya proyek pembangunan blast furnace Krakatau Steel telah membuahkan hasil.
Baca Juga: Angkat harga timah dunia, PT Timah (TINS) tekan volume ekspor
Produk blast furnace yang berupa hot metal (baja cair panas) telah mengalir dan mampu menurunkan konsumsi listrik dan elektroda pada proses selanjutnya di pabrik slab baja.
Tepat di hari ulang tahunnya ke-49, produksi perdana baja gulungan canai panas (hot rolled coil/HRC) dilaksanakan dari hasil produk pabrik peleburan baja terbarunya, blast furnace.
HRC yang diproduksi di fasilitas Hot Strip Mill ini memiliki kualitas free good atau prime, sehingga memenuhi spesifikasi baja komersial.
“Dengan menggunakan input-an baja cair dari blast furnace, kami mampu menurunkan konsumsi penggunaan listrik dan elektroda. Konsumsi listrik bisa kami turunkan hingga sekitar 30%,” ujar Silmy.
Baca Juga: Acset Indonusa (ACST) menambah utang ke United Tractors (UNTR) jadi Rp 4 triliun
Menurutnya proses penyelamatan KRAS membutuhkan paling sedikit dua tahun.
Silmy menambahkan proses penyehatan juga bisa lebih cepat bila produk baja perseroan punya kualitas yang dapat berkompetisi dengan baik, dengan catatan iklim tata niaga baja yang sehat dapat diciptakan di pasar dalam negeri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News