Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi virus corona yang melanda Indonesia dan dunia tentu menjadi ancaman bagi kondisi finansial Badan Usaha Milik Negara (BUMN) energi, tak terkecuali PT Pertamina (Persero). Apalagi, di tengah tekanan dari virus corona, perusahaan ini tetap harus berkomitmen menyalurkan energi yang andal kepada masyarakat.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) virtual bersama DPR RI pada Selasa (21/4) lalu, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati bilang, Pertamina mendapat tiga tekanan akibat dampak virus corona. Pertama, permintaan minyak global turun akibatnya lesunya aktivitas ekonomi sehingga menimbulkan kelebihan pasokan minyak.
Kedua, harga minyak global terus mengalami penurunan sebagai akibat melimpahnya pasokan dan rendahnya permintaan. Ketiga, pelemahan kurs rupiah turut merugikan Pertamina lantaran biaya pengeluaran perusahaan ini dalam bentuk dollar AS.
Baca Juga: Skenario harga baru BBM versi praktisi dan pengamat, ini besaran penurunannya
“Dari semua tekanan yang ada, dampak yang paling terasa ada di sektor hulu,” kata Nicke, kemarin (21/4).
Pendapatan Pertamina pun berpotensi merosot. Pertamina memiliki dua skenario terkait proyeksi pendapatannya di tahun ini.
Untuk skenario berat, jika Indonesia Crude Price (ICP) berada di level US$ 38 per barel dan rupiah berada di level Rp 17.500 per dollar AS, maka Pertamina berpeluang kehilangan potensi pendapatan sebanyak 38,37% pada tahun ini.
Sekadar catatan, Pertamina memiliki target pendapatan yang tercantum dalam Rancangan Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2020 sebesar US$ 58,3 miliar. Jika skenario berat terjadi, maka pendapatan Pertamina di tahun ini hanya akan mencapai US$ 22,36 juta.