kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.306.000 -0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Insentif Kendaraan Listrik Untuk Menarik BYD Auto dan Tesla ke Indonesia


Selasa, 04 April 2023 / 11:21 WIB
Insentif Kendaraan Listrik Untuk Menarik BYD Auto dan Tesla ke Indonesia
ILUSTRASI. Pengunjung mendatangi stan BYD di hari media untuk pameran Auto Shanghai di Shanghai, China.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah menggulirkan dana bantuan pembelian kendaraan listrik atawa electric vehicle (EV) untuk 250.000 kendaraan roda dua dan 35.900 kendaraan roda empat di 2023. Selain untuk meningkatkan penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB), upaya ini juga untuk menarik minat produsen kendaraan listrik global masuk ke Indonesia.

Analis Energi Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), Putra Adhiguna menyatakan, salah satu jawaban terdekat untuk menjawab mengenai urgensi pemberian insentif ini adalah untuk menarik minat investasi dari dua produsen EV global ke Indonesia yakni BYD Auto, produsen mobil listrik China, dan Tesla. 

Sedangkan insentif untuk kendaraan roda dua kemungkinan didorong oleh faktor yang berbeda, termasuk mempertimbangkan aspek keadilan dan menurunkan subsidi BBM.

“Insentif tersebut diharapkan akan memberikan efek kejut terhadap pemain otomotif yang ada dan menunjukkan keseriusan pemerintah untuk bergeser dari arah business-as usual,” ujar Putra dalam siaran pers, Selasa (4/4). 

Baca Juga: Ini Alasan Pemerintah Beri Insentif PPN Pembelian Mobil Listrik

Putra melihat, saat ini beberapa negara Asia Tenggara tengah berkompetisi untuk menarik investasi produsen kendaraan listrik sebagai respons atas tren pertumbuhan kendaraan listrik dunia. 

Indonesia berkompetisi ketat dengan Thailand, produsen otomotif terdepan saat ini. Seperti diketahui, Hyundai dari Korea Selatan dan Wuling dari China telah hadir di Indonesia, sementara produsen EV unggulan dari China, BYD, tengah memulai pembangunan pabrik EV mereka di Thailand bulan ini. 

Selain Indonesia dan Thailand, negara lain seperti Filipina dan Vietnam juga sudah menunjukkan ketertarikan mereka. Filipina adalah produsen nikel terbesar kedua di dunia setelah Indonesia, meski sejatinya Filipina memiliki kendala  harga listrik yang lebih mahal. 

“Namun dengan berbagai insentif EV yang digulirkan di berbagai negara, persaingan untuk menjadi pusat industri EV di ASEAN semakin ketat,” ujar dia. 

Baca Juga: Tanggapi Permintaan Tinggi Kendaraan Listrik, GAIKINDO Pastikan Produsen Siap

Terlepas dari persaingan yang ada, Putra melihat adopsi kendaraan listrik di Indonesia memiliki sejumlah keuntungan. Putra memaparkan, Indonesia dapat menurunkan impor minyak, mengurangi emisi life-cycle dari sektor transportasi, dan meningkatkan pengembangan industri nikel dan turunannya. 

Perihal pengurangan subsidi BBM tentu akan bergantung kepada jenis kendaraan yang akan digantikan. Hal ini lebih mungkin terjadi untuk segmen kendaraan roda dua mengingat besaran insentif untuk kendaraan roda empat mungkin tidak cukup untuk membuat pengguna pengendara mobil segmen menengah beralih ke kendaran listrik. 

Ada sejumlah poin yang disoroti oleh Putra mengenai pemberian dana bantuan kendaraan listrik saat ini. Dia menuturkan, Pemerintah harus mengantisipasi lonjakan penjualan EV yang tidak diikuti dengan perkembangan pasar EV yang berkelanjutan, termasuk risiko turunnya penjualan setelah pemberian insentif berakhir. 

“Milestone yang jelas dan tren penurunan harga perlu menjadi perhatian,” ujar Putra. 

Baca Juga: Soal Insentif PPN DTP Kendaraan Listrik, Begini Kata Ekonom

Dia menyatakan, pelajaran dari negara lainnya tentu harus dipertimbangkan dalam mengawasi dan mengoptimalkan program insentif EV ini, termasuk dalam mengantisipasi risiko penyelewengan insentif.

Adapun insentif dapat dibentuk secara progresif untuk mendorong teknologi tertentu yang memudahkan  pengguna kendaraan seperti kendaraan dengan jarak tempuh yang lebih jauh, tingkat keselamatan yang lebih baik atau kemampuan penukaran baterai.

“Pembangunan infrastruktur terkait EV harus didorong secara bersamaan dengan program insentif,” kata dia. 

Putra melihat program insentif yang ada saat ini tampak seperti sebuah perlombaan dengan negara ASEAN lainnya dalam mendorong investasi EV. Terlepas dari narasi kendaraan listrik yang terlihat berpijak pada sumber daya nikel domestik, pertarungan yang ada terfokus pada usaha pembangunan pabrikan baterai dan EV.

Tanpa turut andil dalam produksi kendaraan listrik, Indonesia hanya akan terbebani imbas lingkungan dari eksploitasi nikel sementara tidak meraih keuntungan berarti dari adopsi EV yang lebih efisien.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×